Makalah Filsafat Sejarah
PENDAHULUAN
Sejarah
merupakan peristiwa yang terjadi di masa lalu, sebagian sejarawan beranggapan
bahwa yang sejarah adalah usaha merekonstruksi suatu peristiwa atau fenomena
manusia oleh sejarawan guna kepentingan ilmu sejarah itu sendiri. Sejarah
seperti halnya ilmu lainnya juga memiliki metodologi yang dipengaruhi oleh
perkembangan ilmu pengetahuan. Selain oleh perkembangan metodologi, sejarah
juga dipengaruhi oleh rezim yang berkuasa untuk menentukan arah sejarah itu
sendiri, seperti pada zaman Orde Baru, sejarah sangat menonjolkan suatu rezim
tertentu seperti diagungkannya Soeharto sebagai pemimpin dan segala
kebijakannya yang dianggap berhasil. Hal ini menjadikan banyak fakta serta
kebenaran sejarah mengalami ketimpangan yang tidak sesuai dengan yang
sebenarnya. Maka, sejarah dimasa itu lebih kepada sejarah istanasentris yang
didukung oleh keikutsertaan para sejarawan yang hidup dimasa orde baru dalam
melakukan historiografi sejarah (penulisan sejarah) yang sesuai dengan zamannya.
Setelah berakhirnya Orde Baru, maka penulisan sejarah juga mengalami perubahan
dengan ditemukannya metodologi yang baru yakni lisan,
sehingga sejarah yang ditulis pada zaman orde baru mulai
dipertanyakan kebenaran sejarahnya sehingga apa yang kita kenal dengan
kontroversi sejarah. Bagaimana suatu zaman, metodologi, dan penemuan fakta baru
serta pengaruh objektivitas dan subjektifitas serta causalita dapat
mempengaruhi suatu penulisan sejarah akan dibahas pada bab ini.
BAB
1
KOTROVERSI
SEJARAH INDONESIA DAN OBJEKTIFITAS, SUBJEKTIFITAS, DAN KAUSALITAS
A. Kontroversi
Sejarah Indonesia
1. Terjadinya Kontroversi Sejarah Indonesia
Kontroversi berasal
dari bahasa inggris yang berarti perdeatan atau pertentangan mengenai sesuatu.
Sedangkan kontroversi sejatah merupakan suatu perbedaan pandangan yang
terjadi pada zamannya mengenai suatu fenomena sejarah. Perubahan
suatu rezim politik akan membawa perubahan pada sejarah suatu bangsa untuk
ditulis kembali. Banyak kejadian, tokoh dan gagasan masa lalu yang dilupakan,
diabaikan, dibungkam, kini diangkat, dibicarakan, ditulis kembali. Misalnya,
tokoh yang selama ini dipuja-puja namun sekarang dicaci maki. Kontroversi
sejarah dapat diatasi dengan melakukan recovery history yakni peristiwa dan
gerakan, tokoh dan gagasan yang dalam batas tertentu ditolak oleh memori
kolektif suatu komunitas. Dengan ditemukannya catatan-catatan historis,
eskavasi arkeologis kota-kota yang hilang terkubur, penafsiran, dan penguraian.
Menurut
E.H. Carr sejarah merupakan dialektika antara masa lampau dengan masa sekarang,
dialog yang tidak berkesudahan antara sejarawan dengan sumber yang dimilikinya.
Jadi, sejarah bisa mengalami revisi. Walau tidak ada sumber baru, bila
sejarawan menggunakan metode/pendekatan yang baru atau melihat suatu peristiwa
dari sudut pandang baru, sejarah juga dapat mengalami penulisan ulang. Menurut
Asvi Warman Adam dalam bukunya yang berjudul “ seabad kontroversi sejarah” ia
menyatkan bahwa terdapat tipologi kontroversi sejarah indonesia yang disebabkan
oleh fakta dan interpretasi sejarawan yang tidak lengkap, tidak tepat dan tidak
jelas. Menurut Prof Resink menggunakan metodologi sejarah yang baru yakni
dengan menggunakan pendekatan hukum internasional dalam menelaah sejarah
kolonialisme di Indonesia dengan berhasil mengubah paradigm yang dianut
oleh bangsa Indonesia yakni dijajah oleh Belanda selama 350 tahun yang
sebenarnya adalah 142 tahun, sehingga apa yang diyakini saat itu sudah mulai
ditinggalkan.
2. Kasus-Kasus Kontroversi Sejarah Indonesia
a. G30S/PKI
Misalnya
kontroversi sejarah gerakan 30 September yang dituls kembali oleh John Rossa
pada tahun 2008, Prefext for Mass Murder, The September 3 thMovement and
Soeharto’s Cuop d’ etat di indonesia yang menyederhanakan persoalan kompleks
tahun 1965 dengan pendekatan baru, misalnya mencoret dan menghilangkan faktor
yang tidak masuk akal, terutama pada tanggal 1 oktober 1965. Kekerasan akhir
tahun 1965-1966 menurut John Roosa seharusnya dilihat “lebih sebagai” saat awal
pembangunan sebuah rezim baru ketimbang sebuah reaksi wajar terhadap G30S.
Karena sampai tahun 1965 Sukarno tidak pernah mempercayakan pimpinan departemen
kepada tokoh komunis kecuali Mentri Negara.
b. 1 Maret 1949
Kontroversi
mengenai serangan umum 1 maret 1949, diawali dengan pernyataan dari Sultan
Hamengku Buwono IX yang memberikan keterangan pers kepada BBC London pada tahun
1986 yang tersimpan di Arsip Nasional yang menyatakan bahwa konseptor dari
peristiwa tersebut adalah dirinya dengan tujuan untuk memperngaruhi DK PBB yang
akan mengadakan sidang bulan Maret 1949. Sehingga, ia mengirimkan surat kepada
Jenderal Sudirman untuk meminta izin agar diadakan serangan umum pada siang
hari. Usulan dari Hamengku Buwono (menjabat sebagai Mentri Negara Koordinator
Keamanan) disetujui ole Sudirman sehingga ia mengirimkan Letnal Kolonel
Soeharto untuk menjalankan misi tersebut. Sehingga terjadilah pertemuan antara
Soeharto dengan HB IX pada tanggal 14 Februari 1949 yang dihapuskan oleh
Suharto yang menjadikannya sebagai salah satu tokoh penting dari peristiwa
tersebut. Sehingga, kontroversi mengenai siapa konseptor dari serangan umum 1
maret 1949 masih dipertanyakan.
c. Supersemar
Kontroversi
mengenai supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret) 1966 tidak selesai hingga hari
ini. Peristiwa dibalik surat tersebut diwarnai oleh berbagai perbedaan pandagan
mengenai siapa dan bagaimana surat perintah itu dibuat. Kesimpulan yang dapat
diambil mengenai peristiwa tersebut oleh sebagian sejarawan menganggap bahwa
peristiwa 1966 itu merupakan salah satu kudeta yang dilancarkan oleh Angkatan
Darat untuk melanggengkan kekuasaannya di indonesia, walaupun hingga saat ini
surat tersebut belum dapat ditemukan aslinya. Menurut, Ben Anderson yang
merupakan salah seorang sejarawan Amerika yang sewaktu orde baru dilarang
memasuki indonesia menyatakan bahwa mungkin saja kop surat tersebut merupakan
kop surat Markas Besar Angkatan Darat yang jika ditemukan maka akan sangat
menegaskan posisi angkatan darat dimasa itu sehingga yang perlu dikhawatirkan
adalah kop suratnya bukan isinya. Kontroversi mengenai supersemar ini dapat
ditemukan titik terangnya jika memeriksa orang-orang yang mungkin mengetahui
keberadaan surat tersebut seperi Hartini Sukarno, walaupun tokoh penting dari
supersemar tersebut seperti Pangabean, Suharto dkk sudah wafat. Lalu, berusaha
untuk menemukan naskah asli tersebut jika memang itu benar adanya dan menurut
salah satu sumber menyatakan bahwa surat tersebut disimpan di sebuah bank luar
negri dan diperkirakan di Singapura. Walaupun, mungkin saja supersemar
dikatakan fiktif sebagai bukti sejarah dan jika ada bisa saja posisi sejarah
indonesia pada akhir zaman Orde Lama dan memasuki Orde Baru bisa
berubah.
d. SNI jilid VI
Kontroversi
sejarah indonesia juga terdapat pada buku SNI jilid VI oleh R.P.Soerjono dan
R.Z. Leirissa. Sebelum adanya pembaharuan terhadap SNI Jilid VI tersebut,
kontroversi sejarahnya terletak tentang pembunuhan terhadap 6 jenderal pada 1
Oktober 1965. Pers menyatakan bahwa kemaluan Jendral tersebut disilet-silet
sehingga hal ini menunjukkan bahwa kesalahan terletak pada komunis. Sedangkan,
visum dokter menunjukkan bahwa kemaluan para perwira telah mengalami
penganiayaan berat. Namun, visum dari dokter tidak dilampirkan, sehingga
pernyataan tersebut perlu ditinjau ulang kebenaran sejarahnya. Pembunuhan
massal 1965-1966 yang memakan korban 500.000 jiwa tidak diungkapkan secara
jelas. Begitu juga dengan konflik, kekerasan dan komnas HAM berbagai
pelanggaran HAM berat lainnya disinggung dalam perspektif kekerasan belaka.
Pembuangan tahanan politik lebih dari 10 ribu orang ke pulau Buru (1969-1979)
tidak di golongkan sebagai pelanggaran HAM berat.
Selain
itu, didalam buku SNI jilid IV juga masih menggunakan paradigma lama yaitu
Soeharto menyatakan bahwa perubahan hanya dapat dilaksanakan dengan pembangunan
nasional. Sejak 1967 pembangunan lima tahun dilaksanakan dan hasilya dapat
dirasakan ole rakyat. Masih terdapat kontoversi misalnya peristiwa 12 November
1991 di Santa Cruz, Dili yang masih mengutip dari buku Pusat Sejarah TNI. Pada
halama 672 tertulis bahwa “ Kamis tanggal 21 Mei 1998 sekitar pukul 09.00 WIB
presiden membacakan pidato pengunduran diri sebagai presiden RI di Istana
Merdeka. Kalau Suharto memang mengundurkan diri maka seharusnya ia menyatakan
di depan MPR bukan di Istana RI. Sehingga, buku SNI VI tidak bisa dijadikan
sebagai rujukan. Maka pelurusan sejara
perlu terus diteruskan.
e. PRRI/PERMESTA DLL
Pergolakan
yang terjadi di tahun 50 an dikesankan sebagai pemberontakan daerah. Padahal
tidak dijelaskan secara lengkap bagaimana alasan-alasan dari munculnya
ketidakpuasan orang-orang luar jawa terutama ketimpangan kekuasaan keuangan
pusat-daerah. Selain itu, hal ini juga mengenai sentralisasi yang kuat dipusat
juga merupakan salah satu faktor terjadinya pemberontakan. Begitu juga halnya
dengan peristiwa Malari yang terjadi pada 11 Januari 1974 yang berupa
pengrusakan atau pembakaran terhadap mobil Jepang yang menyebabkan beberapa
tokoh mahasiswa ditangkap dan Jenderal Soemitro tersingkir sedangkan dalang
dari peristiwa tersebut belum ditemukan hingga sekarang.
f. Peristiwa Madiun 1948
Peristiwa
Madiun 1948 didalam buku sejarah dianggap sebagai pemberontakan dari pihak
komunis untuk mendirikan negara komunis di Republik Indonesia. Hal ini masih
tetap dipertahankan sampai pada masa rezim Orde Baru. Sedangkan, dalam karya
Hersi Setiawan (2002) ia menuliskan sebuah buku yang berjudul “Negara Madiun?”
ia merupakan seorang anggota Lekra Yogyakarta. Buku tersebut
menyatakan bahwa Soemarsono sebagai pelaku utama dalam peristiwa
penting tersebut menyatakan bahwa peristiwa Madiun bukanlah pemberontakan
tetapi usaha untuk membela diri dari kelompok komunis. Peristiwa ini merupakan
persegketaan antara TNI dengan laskar-laskar revolusi lain yang berlanjut
dengan penculikan. Namun, peristiwa itu dimanipulasi oleh kelompok anti-komunis
dan didukung oleh pihak barat, agar kaum komunis bisa ditumpas da dibersihkan
dari gerakan revolusi kemerdekaan indonesia. PKI merupakan korban dari perang
dingin. Pernyataan ini didukung oleh Sejarawan Athony Reid yang menyatakn bahwa
posisi PKI memang harus diberantas pada saat itu apappun alasannya dalam
pemberotakan karena pemerintah RI di Yogyakarta memang berencana menghancurkan
gerakan komunis sekaligus menuai dukungan dari AS sehingga kemerdekaan cepat
terlaksana, dan jika tidak dilakukan maka Belanda akan terus mendapatkan
dukungan dari Amerika dan Blok Barat lainnya untuk membendung komunis di Asia,
sehingga sebenarnya menurut Hersi bahwa Madiun bukanla Coup de’etat
(pemberontakan) tetapi adalah coup de ville ( pergelakan di tingkat
kota/daerah).
B. Objektivitas
Perbincangan
mengenai obyektifitas bersumber kepada pendirian mazhab positivistic di Jerman
pada pertengahan abad ke 19 yang berusaha untuk menyatukan semua penyelidikan
empiris kedalam suatu metode. Mereka mengklaim bahwa yang penting hanya ada
satu ilmu di dunia yaitu “ilmu alam”. Pendiri aliran ini adalah Aguste Comte
yang merupakan seorang filosof, ahli matematika yang dikenal sebagai “Bapak
Sosilogi”. Mulanya sekelompok kecil filosof eropa yang didukung oleh kaum
industrialis dan pembaru politik, mereka mendirikan semacam fondasi baru untuk
memdapatkan kebenaran. Iklim intelektual (zeitgeist) yang mendasari gagasan
kemajuan (progress) dan kebebasan (freedom) dengan ilmu pengetahuan sebagai
motornya.
Objektivitas
sejarah berkaitan dengan kebenaran sejarah, Objektivitas dalam sejarah
berhubungan dengan bagaimana seorang peneliti mampu mengemukakan pernyataan
sesuai dengan kenyataan. Kenyataan yang dimaksud adalah data, yang berupa
dokumen, fakta sejarah serta metodologi yang digunakan. Objektifitas berkaitan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan serta keinginan dari sejarawan terutama
Ranke yang menginginkan agar sejarah dapat diposisikan sebagai ilmu pengetahuan
sehingga ia menyatakan bahwa “ No document no History” (tidak ada dokumen,
tidak ada sejarah).[1]Hal inilah yang menjadikan posisi sejarah
sebagai ilmu masih dipertanyakan, karena jika sejarah hanya terpaku pada
dokumen untuk menjadikannya sebagai ilmu maka sejarah hanya bersifat
naratif-deskriptif dan tidak ad bedanya dengan sejarah konvensional
(spekulatif).
Penelitian
sejarah dikatakan ilmiah jika memiliki metodologi dan prinsip-prinsip
penelitian seperti yang ada pada ilmu alam. Akan tetapi hal yang membedakannya
adalah ruang (tempat) dan waktu (konologis) peristiwa itu terjadi. Jika pada
ilmu alam tempat tidak akan mempengaruhi hasil dari penelitian, akan tetapi
pada ilmu sosial hal ini akan berbeda karena suatu peritiwa yang terjadi dengan
nama yang sama akan berbeda pola, gerak dan faktor yang mempengaruhinya. Dalam
karakteristik umum, ilmu sejarah tetap memiliki empiris seperti pengetahuan
sejarah yang berdasarkan bukti-bukti yang bisa disaksikan lewat sumber-sumber
yang tersedia. Rekonstruksi sejarah hanya mungkin jika tersedia bahan dokumen
atau arsip. Dokumen dalam studi sejarah dikenal dengan sumber primer, artinya
sumber yang penting dalam penulisan sejarah. Yang kedua adalah bidang perhatian
penyelidikan sejarah adalah kehidupan masa lampau manusia,
C. Subjektifitas
Berlawanan
dengan aliran positivisme, filosof idealis dari Neo Kantian abad ke 19 menolak
paradigm sejarah positivistic dan sebaliknya menerima bahwa semua penulisan
sejarah adalah subyektif karena dokumen yang menurut mereka juga obyektif.
Pendukung subyektifisme juga beragam, mulai dari orang yang menerima pandangan
bahwa sejarah harus objektif, tetapi tidak bisa meniadakan unsur subjektif
dalam pengetahuan sejarah, sampai kepada orang-orang yang percaya bahwa tidak
ada sama sekali objektifitas dalam sejarah. Hubungan antara sejarawan dengan obyeknya
tidak bersifat pasif melainkan aktif. Karena peranan subyek didalamnya ikut
berperan.
Hegel menyatakan bahwa sekalipun sejarawan dalam
penyelidikannya yakni mereka hanya bersikap “receptive” (menerima) pada data
yang tersedia, tetapi peneliti bukanlah individu yang pasif melainkan
sebenarnya sudah terjadi proses berfikir aktif. Ilmu yang bebas nilai
mengandaikan konstruksi pengetahun yang terdiri dari obyek, subjek dan ilmu
pengetahuan. Hal ini menunjukkan bahwa ilmu harus sesuai dengan obyeknya
(kenyataan) dan terpisah dari subyek (peneliti) agar sesuai dengan kenyataan
dan ilmu pengetahuan itu sendiri. Mereka percaya bahwa data yang tersedia dalam
penyeledikan ilmiah tidak ada hubungannya dengan si peneliti. Akan tetapi,
terdapat perbedaan antara ilmu yang bebas nilai dengan etos ilmu pengetahuan
yang tentunya ilmu sebagai alat untuk memecahkan masalah yang berhadapan dengan
nilai etis (etika). Nilai itu lah yang bersifat subyektif. Pernyataan ini
didukung oleh Francis Bacon yang dikenal dengan Knowledge is
Power (ilmu pengetahuan yang berkuasa). Ia menyatakan bahwa kebenaran ilmu
hanya semata-mata untuk perkembangan ilmu pengetahuan, lalu apakah ilmu itu ada
tanpa ada tujuan untuk diciptakan.
Dengan
kata lain ilmu pengetahuan tidak lagi semata-mata mengabdi untuk mencari
kebenaran “obyektif”, melainkan juga mengabdi pada kekuasaan, uang dan politik.
Dalam proses pencarian pengetahuan bagaimana mungkin seorang peneliti dapat
tidak melibatkan dirinya dalam proses memperoleh pengetahuan tanpa melibatkan
fikirannya.
D. Kausalitas
Dalam
ilmu alam biasanya menerangkan sebab yang tunggal (nomocausal), akan tetapi
didalam ilmu sejarah dan ilmu-ilmu sosial lainnya biasa melihat suatu
permasalahan secara kompleks atau jamak ( multikausal). Konsep sebab sangat
penting didalam sejarah, terdapat banyak model penjelasan sebab dan akibat
dalam sejarah. Salah satu yang paling sederhana adalah dengan membedakan 3
konsep kategori kausal (sebab);
1. Prakondisi ( variable yang berkorelasi terhadap terciptanya
kondisi-kondisi tertentu).
2. Precipitants ( kondisi yang mematangkan suatu peristiwa
historis untuk terjadi)
3. Triggers ( pencetus suatu peristiwa historis terjadi).
Sejarawan sangat
berhati-hati dalam menetapkan sebab-sebab dari suatu peristiwa sejarah. Untuk
gejala sosial dalam sejarah seperti gejala keagamaan misalnya islamisasi, atau
fenomena nasionalisme disuatu daerah tertentu biasanya amat sukar untuk
diidentifikasi terutama karena sumber datanya. Dalam riset sejarah yang
diperlukan tidak hanya teknisnya namun juga kepekaan dalam mengenali dan
menganalisis isu-isu sejarah dan pengambilan keputusan. Sejarawan juga mampu
untuk menstrukturkan bukti-bukti factual terhadap prakondisi sejarah dan
ketajaman dalam mengidentifikasi faktor-faktor yang memberikan kontribusi
terhadap kerumitan suatu masalah, serta menawarkan alternative pemikiran dan
tindakan yang diperlukan secara tepat posisi dan proses masalah. Biasanya
bidang ini terdapat pada studi sejarah yang berkembang akhir-akhir ini yaitu apa
yang disebut sejarah terapan (applied history).
Kesimpulan
Kontroversi
sejarah dapat dipengaruhi oleh jiwa zaman (zeitgeist), penemuan fakta baru,
perkembangan metodologi yang nantinya akan berakhir kepada historiografi
sejarah (penulisan sejarah). Masing-masing faktor tersebut juga mempengaruhi
sejarawan untuk melakukan kajian dan tindakan lebih lanjut serta rekonstruksi
sejarah berdasarkan dengan perkembangan metodologi serta penemuan fakta
tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa posisi sejarah sangat dinamis dan
ditentukan oleh ketiga faktor tersebut. Apakah sejarah pada zaman Orba
dikatakan tidak benar? Belum tentu, karena jiwa zaman akan mempengaruhi kemana
arah sejarah tersebut, jika zaman yang berkembang adalah zaman kebebasan dan
mementingkan kebenaran sejarah dizamannya maka sejarah itu akan sesuai dengan
data, fakta dilapangan. Akan tetapi, pada akhirnya sejarah tidak akan pernah
habis dari kontroversi karena sejarawan memiliki pandangan tersendiri terhadap
suatu fenomena dan tidak terlepas akan subjektifitas sejarah apalagi sejarah
kontemporer.
Daftar
Pustaka
Asvi Warman Adam,
2009, Pelurusan Sejarah Indonesia, Yogyakarta; Ombak.
Asvi Warman Adam,
2007, Seabad Kontroversi Sejarah, Yogyakarta; Ombak.
Bernard Lewis,2009,
Sejarah diingat, ditemukan kembali, ditemu-ciptakan, Yogyakarta; Ombak.
Gotschaalk Louis, 2006 , Mengerti
Sejarah, Jakarta; UI Press.
Mestika Zed, 2012, Metodologi Sejarah “
Teori dan Aplikasi”, Padang; Program Studi Pendidikan Sejarah.
Syamsuddin Helius,
2007, Metodologi Sejarah, Yogyakarta; Ombak.
0 komentar:
Posting Komentar