DESAIN KURIKULUM
Desain
Kurikulum
Konsep
mengenai desain kurikulum sebenarnya membawa kita menuju kepada fokus dalam
salah satu proses kurikulum. Pada permulaan proses kurikulum yakni perencanaan
lah konsep desain dibicarakan.
Yang dimaksud desain adalah rancangan, pola, atau model.
Mendesain kurikulum berarti menyusun rancangan atau menyusun model kurikulum
sesuai dengan visi dan misi sekolah. Tugas dan peran seorang desainer
kurikulum, sama seperti seorang arsitek. Sebelum menentukan bahan dan cara
mengkonstruksikan bangunan terlebih dahulu seorang arsitek harus merancang
model bangunan yang akan dibangun.[1]
Dalam mempertimbangkan desain kurikulum, seorang –atau lebih
pembuat kurikulum akan dihadapkan pada pertanyaan: ”Desain kurikulum seperti
apa yang bisa saya kembangkan sehingga mampu memberikan kontribusi yang baik
untuk semua kalangan?”.[1]
Desain kurikulum menyangkut pola pengorganisasian unsur-unsur
atau komponen kurikulum. Penyusunan desain kurikulum dapat dilihat dari dua
dimensi, yaitu dimensi horisontal dan vertikal. Dimensi horisontal berkenaan
dengan penyusunan dari lingkup isi kurikulum. Susunan lingkup ini sering
diintegrasikan dengan proses belajar dan mengajarnya. Dimensi vertikal
menyangkut penyusunan sekuens bahan berdasarkan urutan tingkat kesukaran[2].
Pola-pola
desain kurikulum yang ada sebenarnya dipengaruhi terhadap apa yang diyakininya
dalam memberikan pengertian mengenai kurikulum, yang secara tidak langsung hal
itu juga dipengaruhi oleh pandangan seseorang terhadap teori pendidikan yang
dipercayainya.
Terdapat beragam pola kurikulum, namun demikian secara garis
besar desain kurikulum dapat dikelompokan menjadi tiga macam, yaitu: Desain
kurikulum yang berpusat pada bahan ajar (subject centered design), Desain
kurikulum yang berpusat pada peranan siswa (learner centered design), dan Desain
kurikulum yang berpusat pada masalah-masalah yang dihadapi masyarakat (problem
centered design)[3].
Subject
Centered Design
Subject centered design atau yang lebih dikenal dengan desain
kurikulum yang berpusat pada mata pelajaran merupakan bentuk desain kurikulum
yang paling populer, paling tua dan paling banyak digunakan. Dalam subject
centered design, kurikulum dipusatkan pada isi atau materi yang akan diajarkan.
Kurikulum terdiri atas sejumlah mata-mata pelajaran[4].
Terdapat tiga bentuk kurikulum yang berorientasi pada mata
pelajaran, yaitu: Subject matter design, disciplines design, dan broad-field
design[5].
a).
Subjectdesign
Pada
subject design, bahan atau isi kurikulum disusun dalam bentuk mata pelajaran
yang terpisah-pisah, misalnya: mata pelajaran sejarah,ilmu bumi, kimia, fisika,
berhitung dan lain sebagainya. Mata pelajaran itu tidak berhubungan satu sama
lain. Pada pengembangan kurikulum di dalam kelas atau pada kebiasaan belajar
mengajar, setiap guru hanya bertanggung jawab pada mata pelajaran yang
diberikannya.
Desain
ini berdasarkan pada keyakinan bahwa yang membuat manusia memiliki ciri khas
dari makhluk lain adalah kecerdasan mereka. Dengan kata lain, dalam
merencanakan suatu kurikulum akan lebih baik jika dipusatkan pada mata
pelajaran yakni pengetahuan-pengetahuan sehingga manusia akan bertambah cerdas.
b).
Disciplines design
Bentuk ini merupakan pengembangan dari subject design, keduanya
masih menekankan kepada isi atau materi kurikulum. Perbedaannya, pada subject
design belum ada kriteria yang tegas tentang apa yang disebut subject (ilmu).
Sementara pada disciplines design kriteria tersebut telah tegas, yang
membedakan apakah suatu pengetahuan itu. Perbedaan lain terletak pada tingkat
penguasaan, discipline design tidak seperti subject design yang menekankan
penguasaan fakta-fakta dan informasi tetapi pada pemahaman (understanding)[6].
Bentuk
ini memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan subject design,
diantaranya: pertama, kurikulum ini memiliki organisasi yang sistemik dan
efektif tetapi juga dapat memelihara integritas intelektual manusia. Kedua,
peserta didik tidak hanya menguasai serentetan fakta tetapi dapat menguasai
konsep, hubungan, dan proses-proses intelektual yang berkembang pada siswa.
c).
Broad-field design
Broad-filed
design merupakan pengembangan dari subject design dan disciplines design. Dari
dua desain tersebut masih menunjukkan adanya pemisahan antar-mata pelajaran.
Salah satu usaha untuk menghilangkan pemisahan tersebut adalah dengan
mengembangkan the broad field design yakni desain yang menyatukan beberapa mata
pelajaran yang berdekatan atau berhubungan menjadi satu bidang studi seperti
sejarah, geografi, dan ekonomi digabung dalam pengetahuan sosial, dan
sebagainya[7].
Broad
field sudah merupakan perpaduan atau fusi dari sejumlah mata pelajaran yang
berhubungan. Ciri umum dari broad-fields ini adalah kurikulum terdiri dari
suatu bidang pengajaran dimana di dalamnya berpadu sejumlah mata pelajaran yang
saling berhubungan.
Tujuan
dari desain ini adalah menyiapkan para siswa yang dewasa ini hidup dalam dunia
informasi yang sifatnya spesialistis, dengan pemahaman yang bersifat
menyeluruh.
Learner
Centered Design
Learner
centered design yakni kurikulum yang berpusat pada peranan siswa. Desain ini
hadir sebagai reaksi sekaligus penyempurnaan terhadap beberapa kelemahan
subject centered design. Desain ini berbeda dengan subject centered, yang
berlatar belakang dari cita-cita untuk melestarikan dan mewariskan budaya.
Learner centered hadir dari para ahli kurikulum yang memberikan
pengertian bahwa kurikulum didesain dan dibuat untuk peserta didik. Desain ini
memberikan tempat utama kepada peserta didik. Didalam pendidikan atau
pengajaran yang belajar dan berkembang adalah peserta didik sendiri. Guru atau
pendidik hanya berperan menciptakan situasi belajar-mengajar, mendorong, dan
memberikan bimbingan sesuai dengan kebutuhan peserta didik[8].
Ada dua
ciri utama yang membedakan desain ini dengan subject centered, yakni: pertama,
learner centered mengembangkan kurikulumdengan berpusat pada peserta didik dan
bukan dari isi. Kedua, learner centered bersifat not-preplanned
(tidak direncanakan sebelumnya). Ada beberapa variasi model learner centered,
yakni kurikulum berpusat pada anak didik (child centered design), kurikulum
berpusat pada pengalaman (experience-centered).
a).
Child centered design
Para penganjur child-centered design ini meyakini bahwa
pembelajaran yang optimal adalah ketika siswa dapat aktif di lingkungannya.
Pembelajaran tidak dapat dipisahkan dari kehidupan siswa di lingkungannya.
Dengan demikian, child centered design harus berdasar kepada kehidupan,
kebutuhan, dan kepentingan siswa[9].
b).
Experience-centered design
Experience-centered
design adalah desain kurikulum yang berpusat pada kebutuhan anak. Ciri utama
dari experience-centered design adalah pertama, struktur kurikulum
ditentukan oleh kebutuhan dan minat peserta didik. Kedua, kurikulum
tidak dapat disusun terlebih dahulu, melainkan disusun secara bersama-sama oleh
guru dengan para siswa. Ketiga, desain kurikulum ini menekankan
prosedur pemecahan masalah.
Desain ini memiliki beberapa kelebihan, diantaranya: pertama,
karena kegiatan pendidikan didasarkan atas kebutuhan dan minat peserta didik,
maka motivasi bersifat instrinsik dan tidak perlu dirangsang dari luar.
Kedua, pengajaran memperhatikan perbedaan individual sehingga mereka mau turut
dalam kegiatan belajar kelompok karena membutuhkannya. Ketiga,
kegiatan-kegiatan pemecahan masalah memberikan bekal pengetahuan untuk
menghadapi kehidupan diluar sekolah[10
Problem
Centered Design
Problem
centered design berpangkal pada filsafat yang mengutamakan peranan manusia (man
centered). Berbeda dengan learner centered yang mengutamakan manusia atau
peserta didik secara individual, problem centered design menekankan manusia
dalam kesatuan kelompok yaitu kesejahteraan masyarakat. Konsep pendidikan para
pengembang model kurikulum ini berangkat dari asumsi bahwa manusia sebagai
makhluk social selalu hidup bersama dan seringkali manusia juga menghadapi
masalah-masalah yang harus dipecahkan bersama-sama.
Konsep
ini menjadi landasan pula dalam pendidikan dan pengembangan kurikulum. Berbeda
dengan learner centered, kurikulum ini disusun terlebih dahulu (preplanned).
Isi kurikulum berupa masalah-masalah sosial yang dihadapi peserta didik
sekarang dan yang akan datang. Kurikulum disusun berdasarkan kebutuhan,
kepentingan, dan kemampuan peserta didik sekarang dan yang akan datang. Problem
centered design menekankan pada isi maupun perkembangan peserta didik. Ada dua
variasi model desain kurikulum ini, yaitu the areas of living design, dan the
core design.
a). The
areas of living design
Desain
kurikulum terhadap bidang kehidupan dimulai oleh Herbert spencer pada abad 19,
dalam tulisannya yang berjudul What knowledge is of most woth? ia
mengungkapkan bahwa areas of living design menekankan prosedur belajar melalui
pemecahan masalah sehingga peserta didik memiliki kemampuan untuk menghadapi
kehidupannya di luar sekolah
Ciri
lain dari model desain ini adalah dengan menggunakan pengalaman dan
situasi-situasi nyata dari peserta didik sebagai pembuka jalan dalam
mempelajari bidang-bidang kehidupan sehingga desain ini selain mampu menarik
minat peserta didik juga akan mampu mendekatkannya pada pemenuhan kebutuhan
hidupnya dalam masyarakat.
Desain
ini memiliki beberapa kelebihan, diantaranya: pertama, the areas of
living design merupakan the subject matter design tetapi dalam bentuk yang
terintegrasi. Kedua, prinsip belajar aktif dapat diterapkan.Ketiga,
menyajikan bahan ajar dalam bentuk yang relevan. Keempat menyajikan
bahan ajar yang fungsional, dan kelima motivasi belajar datang
dari dalam.
b). The
Core Design
The
core design timbul sebagai reaksi utama kepada separate subject design, yang
sifatnya terpisah-pisah. Dalam mengintegrasikan bahan ajar, mereka memilih
mata-mata pelajaran/ bahan ajar tertentu sebagai inti (core).
Terkait
pengertian, banyak ahli yang memberikan pengertian dari core curriculum
diantaranya:
·
Saylor dan Alexander (1956), mengatakan bahwa istilah core
curriculum menunjuk pada suatu rencana yang mengorganisasikan dan mengatur
bagian utama dari program pendidikan umum di sekolah.
·
Faunce dan Bossing (1951), mendefinisikan bahwa istilah core
curriculum menunjuk pada pengalaman belajar yang fundamental bagi peserta didik[11].
Adapun
karakteristik dari core curriculum yang dikemukakan oleh Saylor dan Alexander
(1956), antara lain:
1. Program
kurikulum inti melengkapi pendidikan umum, dan tujuan program adalah seluas
dengan hasil dasar yang dicapai melalui program pendidikan umum.
2. Kelas
dalam kurikulum inti (core curriculum) disusun atau diatur untuk dua atau lebih
periode kelas pada umumnya.
3. Kegiatan-kegiatan
dan pengalaman belajar disusun dalam bentu kesatuan dan tidak dibatasi oleh
garis-garis pelajaran yang terpisah-pisah.
4. Guru
kurikulum inti menggunakan metode pengajaran yang lebih fleksibel dan bebas.
5. Program
kurikulum inti menggunakan berbagai macam pengalaman belajar.
[1] Ornstein A.C dan
Hunkins, F.P, Curriculum: Foundation, Principles, and theory, (Boston: Allyn
and Bacon, 1988), h. 232
[2] Prof. Dr. Nana
Syaodih Sukmadinata, Pengembangan kurikulum: Teori dan Praktik, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2010), h. 113
[3] Ornstein A.C dan
Hunkins, F.P, Curriculum: Foundation, Principles, and theory, (Boston: Allyn
and Bacon, 1988), h.242
[4] Prof. Dr. Nana
Syaodih Sukmadinata, Pengembangan kurikulum: Teori dan Praktik, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2010), h.113
[5] Ornstein A.C dan
Hunkins, F.P, Curriculum: Foundation, Principles, and theory, (Boston: Allyn
and Bacon, 1988), h.242-249
[6] Prof. Dr. Nana
Syaodih Sukmadinata, Pengembangan kurikulum: Teori dan Praktik, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2010), h.116
[7] Ornstein A.C dan
Hunkins, F.P, Curriculum: Foundation, Principles, and theory, (Boston: Allyn
and Bacon, 1988), h.245
[8] Ornstein A.C dan
Hunkins, F.P, Curriculum: Foundation, Principles, and theory, (Boston: Allyn
and Bacon, 1988), h.249
[9] Dr. H. Zurinal dan
Wahdi Sayuti, Ilmu Pendidikan: Pengantar dan dasar-dasar pelaksanaan
pendidikan.
[10] Prof.
Dr. Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan kurikulum: Teori dan Praktik,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), h.
[11] Oemar
hamalik, “Pengembangan kurikulum: Dasar-dasar dan pengembangannya”, (Bandung:
Mandar maju, 1990), h. 109
[12] Oemar
hamalik, “Pengembangan kurikulum: Dasar-dasar dan pengembangannya”, (Bandung:
Mandar maju, 1990), h.110-111
[1] Prof. Dr. H. Wina
Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan KTSP,
(Jakarta: Kencana Prenada Media, 2010) h. 63
0 komentar:
Posting Komentar