Desain
Pembelajaran: HAKIKAT DAN MODEL DESAIN PEMBELAJARAN
HAKIKAT DAN MODEL DESAIN PEMBELAJARAN
Disusun Oleh: Fitri Yafrianti
“Ilmu Tanpa Agama adalah Buta dan
Agama Tanpa Ilmu adalah Lumpuh”
[Ungkapan]
A. Pendahuluan
Desain atau perencanaan merupakan sesuatu hal
yang begitu penting bagi seseorang yang akan melaksanakan tugas atau
pekerjaannya, termasuk guru yang memiliki tugas/pekerjaan mengajar (mengelola
pengajaran). Supaya seorang guru dapat menyusun perencanaan pengajaran dengan
baik, maka harus memperhatikan prinsip-prinsip pengajaran dan memahami strategi
pengajaran. Oleh sebab itu kita harus memahami terlebih dahulu, apa yang
dimaksud dengan desain pembelajaran? Serta menjelaskan kiteria desain
pembelajaran Dan menguraikan modul desain pembelajaran. Inilah yang akan kami
bahas dalam makalah ini.
B. Hakikat Desain Pembelajaran
a. Pengertian Desain Pembelajaran
Desain adalah sebuah istilah yang diambil dari
kata design (Bahasa Inggris) yang berarti perencanaan atau
rancangan. Ada pula yang mengartikan dengan “Persiapan”. Di dalam ilmu
manajemen pendidikan atau ilmu administrasi pendidikan, perencanaan disebut
dengan istilah planning yaitu “Persiapan menyusun suatu
keputusan berupa langkah-langkah penyelesaian suatu masalah atau pelaksanaan
suatu pekerjaan yang terarah pada pencapaian tujuan tertentu”.[1]Herbert
Simon (Dick dan Carey, 2006), mengartikan desain sebagai proses pemecahan masalah.[2] Tujuan
sebuah desain adalah untuk mencapai solusi terbaik dalam memecahkan masalah
dengan memanfaatkan sejumlah informasi yang tersedia.
Dengan demikian, suatu desain muncul karena
kebutuhan manusia untuk memecahkan suatu persoalan. Melalui suatu desain orang
bisa melakukan langkah-langkah yang sistematis untuk memecahkan
suatu persoalan yang dihadapi. Dengan demikian suatu desain pada dasarnya
adalah suatu proses yang bersifat linear yang diawali dari penentuan kebutuhan,
kemudian mengembangkan rancangan untuk merespons kebutuhan tersebut,
selanjutnya rancangan tersebut diujicobakan dan akhirnya dilakukan proses
evaluasi untuk menentukan hasil tentang efektivitas rancangan (desain) yang
disusun.
Dalam konteks pembelajaran, desain
instruksional dapat diartikan sebagai proses yang sistematis untuk memecahkan
persoalan pembelajaran melalui proses perencanaan bahan-bahan pembelajaran
beserta aktivitas yang harus dilakukan, perencanaan sumber-sumber pembelajaran
yang dapat digunakan serta perencanaan evaluasi keberhasilan.[3]
Sejalan dengan pengertian di
atas, Gagne (1992) menjelaskan bahwa desain pembelajaran disusun untuk membantu
proses belajar siswa, di mana proses belajar itu memiliki tahapan segera dan
tahapan jangka panjang. Menurut Gagne, belajar seseorang dapat dipengaruhi oleh
dua factor yakni factor internal dan factor eksternal. Factor internal adalah
factor yang berkaitan dengan kondisi yang dibawa atau datang dari dalam
individu siswa, seperti kemampuan dasar, gaya belajar seseorang, minat dan
bakat serta kesiapan setiap individu yang belajar. Factor eksternal adalah
factor yang datang dari luar individu, yakni berkaitan dengan
penyediaan kondisi atau lingkungan yang didesain agar siswa belajar.
Desain pembelajaran berkaitan dengan factor eksternal ini, yakni pengaturan
lingkungan dan kondisi yang memungkinkan siswa dapat belajar. Menurut Gagne,
kondisi internal dapat dibangkitkan oleh pengaturan kondisi eksternal.
Sejalan dengan hal itu,
Shambaugh (2006) menjelaskan tentang desain pembelajaran yakni sebagai “ An
intellectual process to help teachers systematically analyze learner needs and
construct structures possibilities to responsively address those needs.”
Jadi dengan demikian, suatu desain pembelajaran diarahkan untuk menganalisis
kebutuhan siswa dalam pembelajaran kemudian berupaya untuk membantu dalam
menjawab kebutuhan tersebut.[4]
Dari beberapa pengertian diatas, maka desain
instruksional berkenaan dengan proses pembelajaran yang dapat dilakukan siswa
untuk mempelajari suatu materi pelajaran yang di dalamnya mencakup rumusan
tujuan yang harus dicapai atau hasil belajar yang diharapkan, rumusan strategi
yang dapat dilaksanakan untuk mencapai tujuan termasuk metode, teknik, dan
media yang dapat dimanfaatkan serta teknik evaluasi untuk mengukur atau
menentukan keberhasilan evaluasi untuk mengukur atau menentukan keberhasilan
pencapaian tujuan.
III.
III. Kriteria
Desain Instruksional
Desain intruksional yang baik harus memiliki
beberapa criteria di antaranya:
a. Berorientasi pada siswa
Mendesain pembelajaran perlu diawali dengan melakukan studi
pendahuluan tentang siswa. Beberapa hal yang perlu dipahami tentang siswa di
antaranya:
· Kemampuan dasar
· Gaya belajar
b. Berpijak pada pendekatan system
System adalah satu kesatuan komponen yang
saling berkaitan untuk mencapai tujuan. Melalui pendekatan system, bukan saja
dapat diprediksi keberhasilannya, akan tetapi juga akan terhindar
dari ketidakpastian. Hal ini disebabkan melalui pendekatan system
dari awal sudah diantisipasi berbagai kendala yang mungkin dapat menghambat
terhadap pencapaian tujuan.
c. Teruji secara empiris
d. Hubungan Perencanaan dan Desain Pembelajaran
Perencanaan pembelajaran (Lesson Plans)
berbeda dengan Desain Pembelajaran (Instructional Design),
namun keduannya memiliki hubungan yang sangat erat sebagai program
pembelajaran. Perencanaan pembelajaran disusun untuk kebutuhan guru dalam
melaksanakan tugas mengajarnya. Dengan demikian, perencanaan merupakan kegiatan
menerjemahkan kurikulum sekolah kedalam kegiatan pembelajaran di dalam kelas,
(Shambaugh dan Magliaro, 2006).
Walaupun perencanaan pembelajaran berkaitan
dengan desain pembelajaran, keduanya memiliki posisi yang berbeda. Perencanaan
lebih menekankan pada proses pengembangan atau penerjemahan suatu kurikulum
sekolah, sedangkan desain menekankan pada proses merancang program pembelajaran
untuk membantu proses belajar siswa, seperti yang dikemukakan Zook (2001) bahwa
desain instruksional adalah a systematic thinking process to
help learners learn. Dengan demikian, pertimbangan dalam
menyusun dan mengembangkan sebuah perencanaan pembelajaran adalah kurikulum
yang berlaku di suatu lembaga; sedangkan pertimbangan dalam menyusun dan
mengembangkan suatu desain pembelajaran adalah siswa itu sendiri sebagai
individu yang akan belajar dan mempelajari bahan pelajaran.
IV. Model-model Desain Instruksional
1. Model Kemp
Model desain system instruksional yang
dikembangkan oleh Kemp merupakan model yang membentuk siklus. Menurut Kemp
pengembangan desain system pembelajaran terdiri atas komponen-komponen, yang
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan, tujuan dan berbagai kendala yang timbul.
Model system instruksional yang dikembangkan
Kemp ini tidak ditentukan dari komponen mana seharusnya guru memulai proses
pengembangan. Mengembangkan system instruksional, menurut Kemp dari mana saja
bisa, asal saja urutan komponen tidak diubah, dan setiap komponen itu
memerlukan revisi untuk mencapai hasil yang maksimal. Komponen-komponen dalam
suatu desain instruksional menurut Kemp adalah:
a. Hasil yang ingin dicapai
b. Analisis tes mata pelajaran
c. Tujuan khusus belajar
d. Aktivitas belajar
e. Sumber belajar
f. Layanan pendukung
g. Evaluasi belajar
h. Tes awal
i. Karakteristik belajar
2. Model Banathy
Model ini memandang bahwa penyusunan system
instruksional dilakukan melalui tahapan-tahapan yang jelas. Terdapat
6 tahap dalam mendesain suatu program pembelajaran yakni:
a. Menganalisis dan merumuskan tujuan, baik
tujuan pengembangan system maupun tujuan spesifik. Tujuan merupakan sasaran dan
arah yang harus dicapai oleh siswa atau peserta didik.
b. Merumuskan kriteria tes yang sesuai dengan
tujuan yang hendak dicapai. Item tes dalam tahap ini dirumuskan untuk menilai
perumusan tujuan. Melalui rumusan tes dapat meyakinkan kita bahwa setiap tujuan
ada alat untuk menilai keberhasilannya.
c. Menganalisis dan merumuskan kegiatan belajar,
yakni kegiatan mengiventasikan seluruh kegiatan belajar mengajar, menilai
kemampuan penerapannya sesuai dengan kondisi yang ada serta menentukan kegiatan
yang mungkin dapat diterapkan.
d. Merancang system, yaitu kegiatan
menganalisis system menganalisis setiap komponen system, mendistribusikan dan
mengatur penjadwalan.
e. Mengimplementasikan dan melakukan control
kualitas system, yakni melatih sekaligus menilai efektivitas system, melakukan
penempatan dan melaksanakan evaluasi.
f. Mengadakan perbaikan dan perubahan berdasarkan
hasil evaluasi.
3. Model Dick and Cery
Model dick and cery harus dimulai dengan
mengidentifikasi tujuan pembelajaran umum. Menurut model ini, sebelum desainer
merumuskan tujuan khusus yakni performance goals, perlu menganalisis
pembelajaran serta menentukan kemampuan awal siswa terlebih dahulu. Criterion
Reference Test, artinya tes yang mengukur kemampuan penguasaan tujuan
khusus. Untuk mencapai tujuan khusus selanjutnya dikembangkan strategi
pembelajaran, yakni skenario pelaksanaan pembelajaran yang diharapkan dapat
mencapai tujuan secara optimal, setelah itu dikembangkan bahan-bahan
pembelajaran yang sesuai dengan tujuan. Langkah akhir dari desain adalah
melakukan evaluasi, yakni evaluasi formatife dan evaluasi
sumative.[5]
4. Model PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem
Intruksional)
Model PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem
Intruksional) adalah model yang dikembangkan di Indonesia untuk mendukung
pelaksanaan kurikulum 1975. PPSI berfungsi untuk mengefektifkan perencanaan dan
pelaksanaan program pengajaran secara sistemis, untuk dijadikan sebagai pedoman
bagi guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar.
PPSI terdiri dari 5 tahap yakni:
I.
Merumuskan
tujuan, yakni kemampuan yang harus dicapai oleh siswa. Ada 4 syarat dalam
perumusan tujuan ini yakni tujuan harus operasional, artinya tujuan yang
dirumuskan harus spesifik atau dapat diukur, berbentuk hasil belajar bukan
proses belajar, berbentuk perubahan tingkah laku dan dalam setiap rumusan
tujuan hanya satu bentuk tingkah laku.
II.
II. Mengembangkan
alat evaluasi, yakni menentukan jenis tes dan menyusun item soal untuk
masing-masing tujuan. Alat evaluasi disimpan pada tahap 2 setelah perumusan
tujuan untuk meyakinkan ketepatan tujuan sesuai dengan kriteria yang telah
ditentukan.
III.
III. Mengembangkan
kegiatan belajar-mengajar, yakni merumuskan semua kemungkinan kegiatan belajar
dan menyeleksi kegiatan belajar perlu ditempuh.
IV.
IV. Mengembangkan
program kegiatan pembelajaran yakni merumuskan materi pelajaran, menetapkan
metode dan memilih alat dan sumber pelajaran.
V.
V. Pelaksanaan
program, yakni kegiatan mengadakan prates, menyampaikan materi pelajaran,
mengadakan psikotes, dan melakukan perbaikan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Rohani, Pengelolaan Pengajaran
Edisi Revisi, Jakarta: Rineka Cipta, 2004
Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem
Pembelajaran , Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008
Ahmad Rohani, Pengelolaan Pengajaran,
Jakarta: Rineka Cipta, 1995
0 komentar:
Posting Komentar