Penilaian,
Pengukuran, dan Evaluasi
A. Pendahuluan
Ada tiga istilah yang sering digunakan dalam evaluasi, yaitu
tes, pengukuran, dan penilaian. (test, measurement, and assessment). Tes
adalah salah satu cara untuk menaksir besarnya kemampuan seseorang secara tidak
langsung, yaitu melalui respons seseorang terhadap stimulus atau pertanyaan
(Djemari Mardapi, 2008: 67). Tes merupakan salah satu alat untuk melakukan
pengukuran, yaitu alat untuk mengumpulkan informasi karakteristik suatu objek.
Objek ini bisa berupa kemampuan peserta didik, sikap, minat, maupun motivasi.
Respons peserta tes terhadap sejumlah pertanyaan menggambarkan kemampuan dalam
bidang tertentu. Tes merupakan bagian tersempit dari evaluasi.
Pengukuran (measurement) dapat didefinisikan sebagai the
process by which information about the attributes or characteristics of thing
are determinied and differentiated(Oriondo,1998: 2). Guilford
mendefinisikan pengukuran dengan assigning numbers to, or quantifying,
things according to a set of rules (Griffin & Nix, 1991: 3).
Pengukuran dinyatakan sebagai proses penetapan angka terhadap individu atau
karakteristiknya menurut aturan tertentu (Ebel & Frisbie. 1986: 14). Allen
& Yen mendefinisikan pengukuran sebagai penetapan angka dengan cara yang
sistematik untuk menyatakan keadaan individu (Djemari Mardapi, 2000: 1). Dengan
demikian, esensi dari pengukuran adalah kuantifikasi atau penetapan angka
tentang karakteristik atau keadaan individu menurut aturan-aturan tertentu.
Keadaan individu ini bisa berupa kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor.
Pengukuran memiliki konsep yang lebih luas dari pada tes. Kita dapat mengukur
karakateristik suatu objek tanpa menggunakan tes, misalnya dengan pengamatan,
skala rating atau cara lain untuk memperoleh informasi dalam bentuk
kuantitatif.
Penilaian (assessment) memiliki makna yang berbeda dengan
evaluasi. Popham (1995: 3) mendefinisikan asesmen dalam konteks pendidikan
sebagai sebuah usaha secara formal untuk menentukan status siswa berkenaan
dengan berbagai kepentingan pendidikan. Boyer & Ewel mendefinisikan asesmen
sebagai proses yang menyediakan informasi tentang individu siswa, tentang
kurikulum atau program, tentang institusi atau segala sesuatu yang berkaitan
dengan sistem institusi. “Processes that provide information about
individual students, about curricula or programs, about institutions, or about
entire systems of institutions” (Stark & Thomas,1994: 46). Berdasarkan
berbagai uraian di atas dapat disimpulkan bahwaassessment atau
penilaian dapat diartikan sebagai kegiatan menafsirkan data hasil
pengukuran. Evaluasi memiliki makna yang berbeda dengan penilaian,
pengukuran maupun tes. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan bahwa,
Evaluation is the process of delineating, obtaining, and
providing descriptive and judgmental information about the worth and merit of
some object’s goals, design, implementation, and impact in order to guide
decision making, serve needs for accountability, and promote understanding of
the involved phenomena (Stufflebeam
dan Shinkfield. 1985: 159).
Evaluasi merupakan suatu proses menyediakan informasi yang
dapat dijadikan sebagai pertimbangan untuk menentukan harga dan jasa (the
worth and merit) dari tujuan yang dicapai, desain, implementasi dan dampak
untuk membantu membuat keputusan, membantu pertanggung jawaban dan meningkatkan
pemahaman terhadap fenomena. Menurut rumusan tersebut, inti dari evaluasi
adalah penyediaan informasi yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan
dalam mengambil keputusan.
Komite Studi Nasional tentang Evaluasi (National Study
Committee on Evaluation) dari UCLA (Stark & Thomas, 1994: 12),
menyatakan bahwa : Evaluation is the process of ascertaining the
decision of concern, selecting appropriate information, and collecting
and analyzing information in order to report summary data useful to decision
makers in selecting among alternatives. Evaluasi merupakan suatu
proses atau kegiatan pemilihan, pengumpulan, analisis dan penyajian informasi
yang sesuai untuk mengetahui sejauh mana suatu tujuan program, prosedur, produk
atau strategi yang dijalankan telah tercapai, sehingga bermanfaat bagi
pengambilan keputusan serta dapat menentukan beberapa alternatif keputusan
untuk program selanjutnya.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
evaluasi merupakan proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk mengumpulkan,
mendeskripsikan, mengintepretasikan dan menyajikan informasi untuk dapat
digunakan sebagai dasar membuat keputusan dan atau menyusun kebijakan. Adapun
tujuan evaluasi adalah untuk memperoleh informasi yang akurat dan objektif
tentang suatu program. Informasi tersebut dapat berupa proses pelaksanaan
program, dampak/hasil yang dicapai, efisiensi serta pemanfaatan hasil evaluasi
yang difokuskan untuk program itu sendiri, yaitu untuk mengambil keputusan
apakah dilanjutkan, diperbaiki atau dihentikan. Selain itu, juga dipergunakan
untuk kepentingan penyusunan program berikutnya maupun penyusunan kebijakan
yang terkait dengan program.
B. Penilaian
Istilah penilaian sebagai terjemahan dari “Evaluation”
jika dalam kepustakaan lain digunakan istilah assesmen, appraisal, sebagai
panduan akan digunakan sebuah definisi yang berasall dari Benjamin S. Bloom
dalam bukunya Handbook or Formative and Summative Evaluation of Student
Learning dikatakan bahwa Evaluation, as we see it, is
the systimatic collection of evidence to determine whither infact certain
changes are taking place in the learns as well as to determine the a mount or
degree of change in individual students. Dari definisi di atas yang perlu
diperhatikan, bahwa dalam melakukan penilaian harus yakin bahwa pendidikan
dapat membawa perubahan pada diri anak didik karena ada dua hal yang harus
dilakukan yaitu : mengumpulkan bukti-bukti yang cukup untuk kemudian dijadikan
dasar penetapan ada tidaknya perubahan, dan derajat perubahan yang terjadi.
Bukti-bukti yang dikumpulkan dapat bersifat kuantitatif, membagi hasil
pengukuran berbentuk angka misalnya dari testing, pemberian tugas penampilan (performance),
kertas kerja, laporan tugas lapangan dan lain-lain.
Bukti dapat pula bersifat kualitatif, tidak berbentuk
bilangan, melainkan hanya menunjukkan kualifikasi hasil belajar seperti baik
sekali, sedang, rajin, cermat dan lain-lain. Bukti-bukti kuantitatif maupun
kualitatif yang dikumpulkan, seharusnya memenuhi persyaratan tertentu agar
dijadikan dasar pengambilan keputusan adanya perubahan perilaku dan derajat
perubahannya secara adil dan objektif. Pengambilan keputusan selalu dipengaruhi
oleh value judgment, karena itu peran bukti-bukti penilaian
tersebut tidak bisa diabaikan, demi kepentingan semua siswa.
Penilaian adalah hasil pengukuran dan penentuan pencapaian
hasil belajar, sementara evaluasi adalah penentuan nilai suatu program dan
penentuan pencapaian tujuan suatu program. Adapun tujuan penilaian meliputi: 1)
menilai kemampuan individual melalui tugas tertentu, 2) menentukan kebutuhan
pembelajaran, 3) membantu dan mendorong siswa, 4) membantu dan mendorong guru
untuk mengajar yang lebih baik, 5) menentukan strategi pembelajaran, 6)
akuntabilitas lembaga, dan 7) meningkatakan kualitas pendidikan
Depdiknas (2004:23) mengemukakan penilaian adalah suatu
proses sistematis yang mengandung pengumpulan informasi, menganalisis dan
menginterpretasi informasi tersebut untuk membuat keputusan keputusan.
Menegaskan pendapat di atas, Hamalik (2003:210) mengemukakan bahwa penilaian
adalah suatu proses berkelanjutan tentang pengumpulan dan penafsiran informasi
untuk menilai (assess) keputusan-keputusan yang dibuat dalam merancang suatu
sistem pengajaran. Sedangkan Arikunto (1997:3) mengemukakan bahwa penilaian
dalam pendidikan adalah kegiatan menilai yang terjadi dalam kegiatan pendidikan
atau sekolah. Guru ataupun pengelola pengajaran mengadakan penilaian dengan
maksud melihat apakah usaha yang dilakukan melalui pengajaran sudah mencapai
tujuan. Sementara itu, menurut Angelo (1991): Classroom Assessment
is a simple method faculty can use to collect feedback, early and often, on how
well their students are learning what they are being taught (artinya:
asesmen Kelas adalah suatu metode yang sederhana dapat digunakan untuk
mengumpulkan umpan balik, baik di awal maupun setelah pembelajaran tentang
seberapa baik siswa mempelajari apa yang telah diajarkan kepada mereka.)
Kizlik, Bob (2009): Assessment is a process by which
information is obtained relative to some known objective or goal. Assessment is
a broad term that includes testing. A test is a special form of assessment.
Tests are assessments made under contrived circumstances especially so that
they may be administered. In other words, all tests are assessments, but not
all assessments are tests (artinya : asesmen adalah suatu proses di
mana informasi diperoleh berkaitan dengan tujuan pembelajaran. Asesmen adalah
istilah yang luas yang mencakup tes (pengujian). Tes adalah bentuk khusus dari
asesmen. Tes adalah salah satu bentuk asesmen. Dengan kata lain, semua tes
merupakan asesmen, namun tidak semua asesmen berupa tes)
Overton, Terry (2008): Assesment is a process of
gathering information to monitor progress and make educational decisions if
necessary. As noted in my definition of test, an assesment may include a test,
but also include methods such as observations, interview, behavior monitoring,
etc, (artinya: sesmen adalah suatu proses pengumpulan informasi untuk
memonitor kemajuan dan bila diperlukan pengambilan keputusan dalam bidang
pendidikan. Sebagaimana disebutkan dalam definisi saya tentang tes, suatu
asesmen bisa saja terdiri dari tes, atau bisa juga terdiri dari berbagai metode
seperti observasi, wawancara, monitoring tingkah laku, dan sebagainya).
Palomba and Banta(1999), Assessment is the
systematic collection , review , and use of information about educational
programs undertaken for the purpose of improving student learning and
development (Artinya: asesmen adalah pengumpulan, reviu, dan
penggunaan informasi secara sistematik tentang program pendidikan dengan tujuan
meningkatkan belajar dan perkembangan siswa). Sebagai salah satu bagian
yang penting dalam rangkaian proses pendidikan dan pengajaran, dapat dikatakan
semua kegiatan pendidikan dan pengajaran baik tidaknya di tentukan oleh
penilaian, dan tentunya di dalam prakteknya tidak melihat hasil baiknya saja
tetapi juga harus melihat kriteria atau hal-hal yang perlu di perhatikan dalam
penilaian, antara lain :
§ Penilaian harus mencakup tiga aspek kemampuan, yaitu
pengetahuan dan sikap.
§ Menggunakan berbagai cara penilaian pada waktu kegiatan
belajar sedang berlangsung
§ Pemilihan alat dan jenis penilaian berdasarkan rumusan tujuan
pembelajaran
§ Mengacu pada tujuan dan fungsi penilaian,misal pemberian
umpan balik,memberikan laporan pada orang tua,dan pemberian informasi pada
siswa tentang tingkat keberhsilan belajarnya.
§ Alat penilaian harus mendorong kemapuan penalaran dan kreativitas
siswa, misalnya tes tertulis uraian, portofolio, hasil karya siswa,observasi
dan lain-lain.
§ Penilaian dapat dilakukan melalui tes dan non tes.
§ Mengacu pada prinsip diferensiasi,yakni memberikan peluang
kepada siswa untuk menunjukkan apa yang diketahui, yang dipahami, dan mampu
dilakukannya.
§ Tidak bersifat diskriminasi, yakni untuk memilih-milih mana
siswa yang berhasil dan mana yang gagal dalam menerima pembelajaran
(Depdiknas,2003 : 37)
Ahli lain mengatakan bahwa penilaian adalah
suatu kegiatan untuk membuat keputusan tentang hasil pembelajaran dari
masing-masing siswa, serta keberhasilan siswa dalam kelas secara keseluruhan.
Penilaian juga merupakan indikator keberhasilan guru dalam proses pembelajaran
(Supratiningsih dan Suharja, 2006).
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa
penilaian dapat diartikan sebagai proses sistematis untuk menentukan nilai
sesuatu (tujuan, kegiatan, keputusan, unjuk-kerja, proses, orang, objek, dan
yang lain). Alat penilaian yang baik adalah yang mampu mengukur keberhasilan
proses pendidikan secara tepat dan akurat. Berikut ini dipaparkan syarat-syarat
alat penilaian yang baik.
1. Kesahihan (validity)
Kesahihan (validity) adalah ketepatan alat penilaian
dalam mengukur tingkat keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran. Kesahihan
suatu alat penilaian dapat ditinjau dari empat sisi, yaitu (a) kesahihan isi (content
validation), (b) kesahihan konstruksi (construction validity), (c)
kesahihan yang ada sekarang (concurrent validity), dan (d) kesahihan
prediksi (prediction validity) (Arikunto, 1990). Penentuan kesahihan
suatu alat penilaian juga dipengaruhi oleh faktor penskoran, faktor
respon siswa, dan faktor pengadministrasiannya.
2. Keterandalan (reliability)
Keterandalan (reliability) biasanya disebut juga
dengan keajegan atau konsistensi. Keterandalan suatu alat penilaian penting
untuk diperhatikan. Faktor yang mempengaruhi tingkat reliabilitas suatu alat
penilaian: (1) jika alat penilaian yang diberikan kepada siswa terlalu mudah,
terlalu sukar, atau tidak jelas, maka akan berpeluang memberikan skor yang
tidak handal, (2) jika siswa peserta penilaian tersebut memiliki karakteristik
yang terlalu beragam, maka hal ini juga berpeluang memberikan skor yang tidak
handal, (3) jika standar penilaian yang digunakan guru pada masing-masing
pelaksanaan kegiatan penilaian tidak seragam, maka skor yang dihasilkan pun
tidak handal, (4) jika jumlah soal yang digunakan untuk mengukur kemampuan
siswa terlalu sedikit, maka hal ini berpeluang memberikan skor yang tidak
handal. Alasannya, jumlah soal yang tersedia tidak mampu menjaring secara
lengkap pengetahuan siswa.
3. Kepraktisan
Kepraktisan dalam menyusun suatu alat penilaian penting
untuk diperhatikan. Alat penilaian yang praktis dapat membantu guru dalam menyiapkan,
menggunakan, dan menginterpretasikan hasil penilaian. Kepraktisan ini
dipengaruhi oleh sejumlah faktor, yaitu penskoran, kemudahan dalam
mengadministrasikan, waktu, dan bentuk alat penilaian.
C. Jenis Penilaian
Penilaian kompetensi dasar dilakukan berdasarkan
indikator-indikator pencapain kompetensi yang memuat satu ranah atau lebih
(kognitif, afektif, dan psikomotorik). Berkaitan dengan ranah kognitif yaitu
kemampuan berpikir, yang mencakup kemampuan intelektual, mulai dari kemampuan
mengingat sampai dengan kemempuan memecahkan masalah. Taxonomy Cognitive Bloom
(Bloom, Englehert, furst, Hill, kwathwohl ’56 ) menjelaskan bahwa ada enam
tingkat kognitif berpikir yaitu :
§ Pengetahuan (Knowledge) kemampuan mengingat misalanya
: nama ibu kota, rumus.
§ Pemahaman (Comprehension), kemampuan memahami
misalnya :menyimpulkan suatu paragraph.
§ Aplikasi (Aplication), kemampuan penerapan misalnya :
menggunakan suatu informasi / pengetahuan yang diperolehnya untuk memecahkan
suatu masalah.
§ Analisis (Analysis) kemampuan menganalisis suatu
informasi yang luas menjadi bagian-bagian kecil.
§ Sintesis (Synthesis) kemampuan menggabungkan beberapa
informasi menjadi suatu kesimpulan
§ Evaluasi (Evaluation) kemampuan mempertimbangkan mana
yang baik dan mana yang buruk dan memutuskan untuk mengambil tindakan tertentu.
(Mulyasa, 2004:25).
Adapun penilaian dalam kurikulum 2006 yang seringkali
dipakai saat ini yaitu penilaian portofolio. Terdapat tiga pengertian
portofolio, yaitu sebagai wujud benda fisik, proses sosialpedagogis, dan
sebagai adjective. Sebagai wujud benda fisik, portofolio
berati kumpulan hasil pekerjaansiswa yang disimpan dalam suatu bandel, seperti
hasil pre test, tugas-tugas, catatan, piagam-piagam penghargaan, hasil post
test dan sebagainya. Sebagai proses social pedagogis, portofolio
berarti collection of learning experiences yang terdapat dalam
diri siswa baik berupa pengetahuan, ketrampilan, maupun nilai. Sedangkan
sebagai adjective, portofolio biasa diartikan sebagi portofolio
based learning dan portofolio based assessment.
Portofolio dalam KTSP dapat diartikan sebagai kumpulan hasil
karya seorang siswa, sebagai hasil pelaksanaan tugas kinerja, yang ditentukan
oleh guru atau oleh siswa bersama guru, sebagai bagian dari usaha mencapai
tujuan belajar, atau mencapai kompetensi yang ditentukan dalam kurikulum.
Portofolio dapat digunakan sebagai instrumen penilaian atau salah satu komponen
dari instrumen penilaian untuk menilai kompetensi siswa, atau menilai hasil
belajar siswa.
Sebagai instrumen penilaian. portofolio difokuskan pada
dokumen tentang kerja siswa yang produktif, yaitu ‘bukti’ tentang apa yang
dapat dilakukan oleh siswa, bukan apa yan tidak dapat dikerjakan (dijawab atau
dipecahkan) oleh siswa. Bagi guru, portofolio menyajikan wawasan tentang banyak
segi perkembangan siswa dalam belajarnya: cara berpikirnya, pemahaman atas
pelajaran yang bersangkutan, kemampuannya mengungkapkan gagasan-gagasannya,
sikapnya terhadap mata pelajaran yang bersangkutan, dan sebagainya. Portofolio
penilaian bukan sekedar kumpulan hasil kerja siswa, melainkan kumpulan hasil
siswa dari kerja yang disengaja diperbuat siswa untuk menunjukkan bukti tentang
kompetensi, pemahaman dan capaian siswa dalam mata pelajaran tertentu.
Portofolio juga merupakan kumpulan informasi yang perlu diketahui oleh guru
sebagai bahan pertimbangan dlam menentukan langkah-langkah perbaikan
pembelajaran, atau peningkatan belajar siswa.
Berkaitan dengan ranah afektif, hasil belajar menurut Bloom
(1976) mencakup prestasi belajar, kecepatan belajar, dan hasil afektif.
Anderson (1981) sependapat dengan Bloom bahwa karakteristik manusia meliputi
cara yang tipikal dari berpikir, berbuat dan perasaan. Tipikal berpikir
berkaitan degan ranah kognitif, tipikal berbuat berkaitan dngan ranah
psikomotorik, dan tipikal perasaan berkaitan dengan ranah afektif. Ketiga ranah
tersebut merupakan karakteristik manusia dan dalam bidang pendidikan ketiga
ranah tersebut merupakan hasil belajar (Depdiknas, 2004:30).
Untuk mencapai hasil belajar yang optimal, guru dalam
merancang program pembelajaran dan pengalaman belajar peserta didik harus
memperhatikan karakteristik afektif peserta didik.
1. Peringkat Ranah Afektif
Menurut Krathwohl (1961) bila ditelusuri hampir semua tujuan
kognitif mempunyai komponen afektif. Dalam pembelajaran sains misalnya
didalamnya ada komponen sikap ilmiah. Sikap ilmiah adalah komponen afektif
(Depdiknas, 2004:7). Selanjutnya Kwathwohl membagi peringkat ranah afektif
meliputi:
a. Peringkat Receiving
Pada peringkat receiving atau attending, peserta didik
memiliki keinginan memperhatikan suatu fenomena khusus atau stimulus , misalnya
kelas, kegiatan, musik, buku, dll. Tugas guru adalah mengarahkan perhatian
peserta didik pada fenomena yang menjadi objek pembelajaran afektif (Depdiknas,
2004:12). Misalnya guru mengarahkan peserta didik agar senang membaca buku,
senang bekerjasama, dan sebagainya, kesenangan ini akan menjadi kebiasaan.
c. Peringkat Responding
Responding merupakan partisipasi aktif peserta didik, yaitu
sebagai bagian dari perilakunya. Pada peringkat ini peserta didik tidak saja
memperhatikan fenomena khusus tetapi ia juga bereaksi. Hasil pembelajaran pada
daerah ini menekankan pada pemerolehan respons, atau kepuasan dalam memberi
respon. Peringkat yang tinggi pada kategori ini adalah minat, yaitu hal-hal
yang menekankan pada pencarian hasil dan kesenangan pada aktifitas khusus.
Misalnya membaca buku, sengan bertanya, senang membantu, dan sebagainya.
c. Peringkat Valuing
Valuing melibatkan penentuan nilai, keyakinan atau sikap
yang menunjukkan derajad internalisasi dan komitmen. Derajad rentangnnya mulai
dari menerima suatu nilai, misalnya keinginan untuk meningkatkan ketrampilan,
sampai pada tingkat tingkat komitmen. Valuing atau penilaian
berbasis pada internalisasi dari seperangkat nilai yang spesifik. Hasil belajar
pada peringkat ini berhubungan dengan perilaku yang konsisten dan stsbil agar
nilai dikenal secara jelas. Dalam tujuan pembelajaran, penilaian ini
diklasifikasikan sebagai sikap dan apresiasi.
d. Peringkat organisasi
Pada peringkat ini, nilai satu dengan nilai yang lain
dikaitkan dan konflik antar nilai diselesaikan, dan mulai membangun sistem
nilai internal yang konsisten. Hasil pembelajaran pada peringkat ini berupa
konseptualisasi nilai atau organisasi sistem nilai, misalnya pengembangan
filsafat hidup.
e. Peringkat Characterization
Peringkat ranah afektif yang apaling tinggi adalah characterization nilai.
Pada peringkat ini peserta didik memilik sistem nilai mengendalikan perilaku
sampai pada suatu waktu tertentu hingga terbentuk gaya hidup. Hasil
pembelajaran pada peringkat ini berkaitan dengan pribadi, emosi, sosial.
2. Karakteristik ranah afektif
Ada lima tipe karakteristik afektif yaitu ;
a. Sikap
Sikap menurut Fishbein dan Ajzen (1975) adalah suatu
predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara positif atau negatif
terhadap suatu objek, situasi, konsep atau orang. Objek sekolah adalah sikap
peserta didik terhadap sekolah dan mata pelajaran, ranah sikap ini penting
untuk dikembangkan (Depdiknas, 2004: 16).
b. Minat
Menurut Getzel (1966) minat adalah suatu disposisi yang
terorganisir melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek
khusus, aktivitas, pemahaman, dan ketrampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian(Depdiknas,
2004:16). Hal penting pada minat adalah intensitasnya, secara umum minat
termasuk karakteristik afektif yang memiliki intensitas tinggi.
c. Konsep diri
Menurut Smith konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan
individu terhadap kemampuan dan eklemahan yang dimilikinya. Target, arah, dan
intensitas konsep diri pada dasarnya seperti ranah afektif lainnya (Depdiknas,
2004:17).
d. Nilai
Nilai menurut Rokeach (1968) merupakan suatu keyakinan yang
dalam tentang perbuatan, tindakan atau perilaku, yang diannggap baik dan jelek.
Sikap mengacu pada suatu organisasi sejumlah keyakinan sekitar objek spesifik
atau situasi, sedangkan nilai mengacu pada keyakinan (Depdiknas, 2004:17)
Target nilai cenderung menjadi ide, target juga dapat berupa sesuatu seperti
sikap dan perilaku. Arah nilai dapat positif dan dapat negatif, sedangkan
intensitas nilai dapat dikatakan tinggi atau rendah tergantung pada situasi dan
nilai yang diacu.
e. Moral
Piaget dan Kohlberg banyak membahas tentang perkembangan
moral anak, namun mengabaikan masalah hubungan antara judgment moral dan
tindakan moral. Moral berkaitan dengan perasaan salah satu atau benar terhadap
kebahagiaan orang lain. Perasaan terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri,
moral juga sering dikaitkan dengan keyakinan agama seseorang.
Berkaitan dengan psikomotorik menurut Sax Mardapi
ketrampilan psikomotorik ada enam peringkat yaitu gerakan refleks, gerakan
dasar, kemampuan konseptual,gerakan fisik, gerakan trampil dan komunikasi
nondiskursif. Gerakan refleks adalah respon motor atau gerak tanpa sadar yang
muncul ketika bayi lahir. Gerakan dasar adalah gerakan yang mengarah pada
ketrampilan komplek yang khusus. Kemampuan perceptual adalah kombinasi
kemampuan kognitif dan motor atau gerak. Kemampuan fisik adalah kemampuan untuk
mengembangkan gerakan yang paling terampil. Gerakan terampil adalah gerakan
yang memerlukan belajar. Komunikasi nondiskursip adalah kemampuan berkomunikasi
dengan menggunakan gerakan.
Dave (1967) mengatakan bahwa hasil belajar psikomotor dapat
dibedakan menjadi lima perangkat yaitu : imitasi, manipulasi, presisi,
artikulasi, dan naturalisasi (Depdiknas, 2004:9). Imitasi adalah kemampuan
melakukan kegiatan sederhana dan sama persis dengan yang dilihat atau
diperhatikan sebelumnya. Manipulasi adalah kemampuan melakukan kegiatan
sederhana yang belum pernah dilihatnya berdasarkan pada pedoamn atau
petunjuknya. Kemampuan tingkat presisi adalah kemampuan melakukan kegiatan yang
akurat sehingga mampu menghasilkan produk kerja yang presisi. Kemampuan pada
tingkat artikulasi adalah kemampuan melakukan kegiatan komplek dan presisi
sehingga produk kerjanya merupakan sesuatu yang utuh. Kemampuan pada tingkat
naturalisai adalah kemampuan melakukan kegiatan secara refleks, yakni kegiatan
yang melibatkan fisik saja sehingga efektifitas tinggi.
3. Pembelajaran psikomotorik
Menurut Ebel (1972) ada kaitan erat antara tujuan yang akan
dicapai, metode pembelajaran, dan evaluasi yang akan dilaksanakan
(Depdiknas,2004:12). Oleh karena ada sedikit perbedaan titik berat tujuan
pembelajaran psikomotorik dan kognitif maka strategi pembelajarannya juga
sedikit berbeda. Pembelajaran ketrampilan akan efektif bila dilakukan dengan
menggunakan prinsip belajar sambil mengerjakan (learning by doing).
4. Evaluasi hasil belajar psikomotorik
Menilai hasil belajar psikomotorik / hasil belajar
ketrampilan itu dapat diukur melalui (1) pengamatan langsung serta penilaian
tingkah laku sisiwa selama proses belajar mengajar praktik berlangsung, (2)
sesudah mengikuti pelajaran, yaitu dengan jalan memberikan tes kepada siswa
untuk mengukur pengetahuan, ketrampilan, dan sikap, dan (3) beberapa waktu
sesudah pelajaran selesai dana kelak dalam lingkungan kerjanya.
Sementara itu Leghbody (1968) berpendapat bahwa dalam melakukan
penilaian hasil belajar ketrampilan sebaiknya penilaian itu mencakup : (1)
kemampuansiswa menggunakan alat dan sikap kerja, (2) kemampuan siswa
menganalisis suatu pekerjaan, menyususn urut-urutan pengerjaan, (3) kecepatan
siswa dalam mengerjakan tugas yang diberikan kepadanya, (4) kemampuan siswa
dalam membaca gambar dan simbol, dan (5) keserasian bentuk dengan yang
diharapkan dan atau ukuran yang telah ditentukan.
5. Jenis instrumen psikomotor
Untuk melakukan pengukuran hasil belajar ranah psikomotor,
ada dua hal yang perlu dilakukan oleh guru yaitu: (1) membuat soal, dan
(2)membuat instrumen untuk mengamati jawaban siswa.
6. Konstruksi instrumen
Sama halnya dengan soal untuk ranah kognitif, soal untuk
ranah psikomotor juga harus mengacu pada standar kompetensi yang sudah
dijabarkan menjadi kompetensi dasar.stiap butir standar kompetensi dijabarkan
menjadi 3 sampai 6 butir kompetensi dasar, setiap butir kompetensi dasar dapat
dibarkan menjadi 3 sampai 6 indikator, dan setiap indikator harus dapat dibuat
lebih dari satu butir soal. Namun ada kalanya satu butir soal ranah psikomotor
terdiri dari beberapa indikator.
7. Penyusunan rancangan penilaian
Sebaiknya guru merancang secara tertulis rapi system
penilaian yang akan dilakukan selama satu semester. Rancangan penilaian ini
sifatnya terbuka, sehingga guru lain dan kepala sekolah bias atau boleh
melihatnya.
8. Penilaian ranah psikomotor
Penilaian dapat dibedakan menjadi dua yaitu penilai nkelas
dan penilaian berkala. Penilaian kelas adalah penilain yang dilaksanakan secara
terpadu dengan kegiatan pembelajaran. Dengan demikian untuk ranah psikomotorik
penilaian ini dilakukan dengan cara mengamati siswa setiap mereka belajar,
mengerjakan tugas dan menjawab ujian harian.
Penilain berkala adalah penilaian yang dilakukan secara
berkala tidak terus menerus. Penilaian ini dilakukan setelah siswa belajar
sampai dengan penguasaan kompetensi dasar, dengan demikian ada kemungkinan
pelaksanaan tes blok mata pelajaran tertentu tidak bersamaan waktunya dengan
tes blok mata pelajaran lainnya. Oleh kerana itu, hasil laporan hasil
belajar siswa harus dinyatakan dalam ketiga ranah tersebut Laporan hasil
belajar siswa dapat berupa raport dan hasil belajar siswa sebaiknya juga
dilaporkan ke masyarakat, yang dapat berupa laporan pengembangan prestasi
akademik sekolah yang ditempelkan ditempat pengumuman sekolah. Untuk itu
terdapat beberapa jenis penilaian yang perlu diberikan sesuai dengan kompetensi
yang akan dinilai (Depdiknas,2003 : 10 ).
1. Penilaian unjuk kerja
Merupakan penilaian yang dilakukan dengan mengamati kegiatan
peserta didik dalam melakukan sesuatu. Penilaian ini cocok digunakan untuk
menilai ketercapaian kompetensi yang menuntut peserta didik menunjukkan unjuk
kerja, misal kemampuan berbicara, peserta didik dapat diamati dengan cara
diskusi, bercerita dan melakukan wawancara.
2. Penilaian sikap
Merupakan penilaian yang dilakukan dengan melihat ekspresi
dari nilai-nilai yang dimiliki oleh seseorang. Misalnya penilaian sikap peserta
didik terhadap materi pelajaran, terhadap proses pembelajaran, dan penilaian
sikap yang berhubungan dengan kompetensi afektif lintas kurikulum yang relevan
dengan mata pelajaran.
3. Penilaian tertulis
Penilaian ini dilakukan dengan tes tertulis yaitu dimana
soal dan jawaban yang diberikan kepada peserta didik dalam bentuk tulisan.
Misal dengan soal yang memilaih jawaban (pilihan ganda, benar salah,
menjodohkan).dan dengan mensuplai jawaban (isian, soal uraian).
4. Penilaian proyek
Merupakan penilaian terhadap sutu tugas yang harus
diselesaikan dalam periode tertentu. Misal kemampuan peserta didik dalam
memilih topik dan mencari informasi serta dalam mengelola waktu pengumpulan
data dan penulisan laporan.
5. Penilaian produk
Penilaian terhadap keterampilan dalam membuat suatu produk
tersebut. Misal kemampuan peserta didik dalam membuat produk teknologi dan seni
seperti hail karya seni dan lain-lain.
6. Penilaian portofolio
Merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada
kumpulan informasi yang menunjukkan perkembangan kemampuan peserta didik dalam
satu periode tertentu. Misalnya hasil pekerjaan dari proses pembelajaran yang
dianggap terbaik oleh peserta didiknya, hasil tes (bukan nilai).
7. Penilaian diri
Penilaian dimana subjek yang ingin dinilai diminta untuk
menilai dirinya sendiri berkaitan dengan status, proses dan tingkat pencapaian
kompetensi yang dipelajarinya dalam mata pelajaran tertentu. Penilaian ini
dapat digunakan dalam menilai berbagai aspek yang berkaitan dengan kompetensi
kognitif, afektif dan psikomotor.
Dalam penilaian aspek kognitif misalnya, peserta didik
diminta untuk menilaipenguasan pengetahuan dan keterampilan berpikir sebagai
hasil belajar dalam mata pelajaran tertentu. Dalam penilaian aspek afektif
misalnya, peserta didik diminta untuk membuat tulisan yang memuat curahan
perasaannya terhadap suatu obyek sikap tertentu. Dan dalam penilaian pada aspek
psikomotor misalnya, peserta didik diminta untuk menilai kecakapan /
keterampilan yang telah dikuasainya sebagi hasil belajar berdasarkan acuan /
kriteria yang telah disiapkan.
Selain jenis penilaian diatas Nurhadi (2004:162 )
mengemukakan bahwa jenis penilaian dibagi menjadi lima yaitu :
§ Penilaian kelas, Penilaian yang dilakukan oleh guru untuk
mengetahui kemajuan dan hasil belajar siswa, mendiagnosa kesulitan belajar,
memberikan umpan balik / perbaikan proses belajar mengajar, dan penentuan
kenaikan kelas. Penilaian kelas terdiri atas ulangan harian, pemberian tugas
dan ulangan umum.
§ Tes kemampuan dasar, dilakukan untuk mengetahui kemampuan
membaca, menulis, dan berhitung yang diperlukan dalam rangka memperbaiki
program pembelajaran.
§ Penilaian akhir satuan pendidikan dan sertifikasi, dilakukan
untuk mendapatkan gambaran secara utuh pencapaian ketuntasan belajar siswa
dalam satuan waktu tertentu
§ Benchmarking, penilaian terhadap proses dan hasil untuk
menuju ke suatu keunggulan yang memuaskan.
§ Penilaian program, dilakukan secara berkala dan terus
menerus oleh Departemen Pendidikan Nasional, dan Dinas Pendidikan, untuk
mengetahui kesesuaian kurikulum dengan dasar, fungsi, dan tujuan pendidikan
nasional, serta kesesuaiannya dengan tuntutan perkembangan yang terjadi dalam
masyarakat.
Sedangkan mengenai jenis penilaian Hamalik (2003:212) juga
menyatakan bahwa jenis penilaian ada empat yaitu :
§ Penilaian sumatif yakni untuk menentukan angka kemajuan
hasil belajar para siswa.
§ Penilaian penempatan yaitu menempatkan para siswa dalam
situasi belajar mengajar yang serasi.
§ Penilaian diagnostik untuk membantu para siswa mengatasi
kesulitankesulitan belajar yang mereka hadapi.
§ Penilaian formatif yang berfungsi untuk memperbaiki proses
belajar mengajar.
D. Tujuan Penilaian
Sebagaimana tersebut di muka, kita mengenal tujuan umum
evaluasi secara umum, ialah untuk mengetahui ada atau tidaknya perubahan pada
diri siswa, serta tingkat perubahan yang dialaminya. Tetapi sebenarnya hal
tersebut baru merupakan sebagian tujuan penilaian. Tujuan atau fungsi penilaian
siswa di sekolah pada dasarnya dapat digolongkan ke dalam empat kategori :
1.
Untuk mendapatkan umpan balik (feed
back) kepada guru sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar-mengajar
dan mengadakan remidial program bagi siswa.
2.
Untuk menemukan angka kemajuan atau
hasil belajar masing-masing siswa yang antara lain diperlukan untuk pemberian
laporan kepada orang tua, penentuan kenaikan kelas dan penentuan lulustidaknya
siswa.
3.
Untuk menempatkan siswa dalam
situasi belajar mengajar yang tepat sesuai dengan kemampuan atau karakteristik
lainnya yang dimiliki siswa.
4.
Untuk mengenal latar belakang (psikologi,
fisik dan lingkungan) siswa yang mengalami kesulitankesulitan belajar, yang
hasilnya dapat digunakan sebagai dasar dalam memecahkan kesulitan-kesulitan
tersebut.
Sehubungan dengan ke empat tujuan tersebut maka selanjutnya
penilaian siswa di sekolah dapat dibedakan menjadi empat jenis yaitu :
1.
Penilaian Formatif : yang ditujukan
untuk memperbaiki proses belajarmengajar (fungsi pertama).
2.
Penilaian Sumatif : ditujukan untuk
keperluan menentukan angka kemajuan aat hasil belajar siswa (fungsi kedua).
3.
Penilaian Penempatan (placement)
: ditujukan untuk menempatkan siswa dalam situasi belajar-mengajar atau program
pendidikan yang sesuai (fungsi ketiga).
4.
Penilaian Diagnostik : guna membantu
memecahkan kesulitan-kesulitan belajar yang dialami oleh siswa-siswa tertentu
(fungsi ke empat).
Jenis penilaian formatif dan penilaian sumatif menjadi
tanggung jawab guru, sedangkan penilaian penempatan dan penilaian diagnostik
lebih merupakan tanggung jawab petugas bimbingan dan penyuluhan. Depdiknas
(2003:9) merinci tujuan penilaian menjadi tujuh yaitu:
1.
Mengetahui tingkat pencapaian
kompetensi
2.
mengukur pertumbuhan dan
perkembangan siswa
3.
Mendiagnosis kesulitan belajar siswa
4.
Mengetahui hasil pembelajaran
5.
Mengetahui pencapaian kurikulum
6.
Mendorong siswa belajar
7.
Mendorong guru untuk mengajar lebih
baik
Selain tujuan penilaian di atas ada pendapat lain yang
mengemukakan tujuan penilaian, yaitu menurut Arikunto (1997:9) bahwa tujuan
penilaian ada empat yaitu :
1.
Tujuan selektif, yaitu untuk memilih
siswa yang dapat diterima di sekolah tertentu, untuk memilih siswa yang dapat
naik ke kelas atau tingkat berikutnya, untuk memilih siswa yang seharusnya
mendapat beasiswa, untuk memilih siswa yang sudah berhak meninggalkan sekolah.
2.
Tujuan diagnostik, guru mengadakan
diagnosa kepada siswa tentang kebaikan dan kelemahannya, dengan diketahui
sebab- sebab kelemahan ini maka akan lebih mudah mencari cara untuk
mengatasinya.
3.
Tujuan penempatan, Dengan
keterbatasan sarana dan tenaga, pendidikan, yang bersifat individual
kadang-kadang sukar sekali dilaksanakan, maka dengan pendekatan ini akan dapat
melayani perbedaan kemampuan dengan pengajaran secara kelompok, untuk
menentukan dengan pasti dikelompok mana seseorang siswa harus ditempatkan maka
digunakan suatu penilaian.
4.
Tujuan mengukur keberhasilan, yaitu
untuk mengetahui sejauh mana suatu program berhasil diterapkan.
Dalam hubungannya dengan penilaian pendidikan dilakukan
untuk :
1.
Mengetahuai status siswa. Agar
diketahui status siswa saat tertentu berada, apakah memperpleh kemajuan atau
tidak dalam mengikuti pembelajaran dan hasil evaluasi oleh guru yang bias
menjawabnya.
2.
Mengadakan seleksi. Hasil penilaian
bertujuan untuk memilih siswa yang dapat mewakili sekolah dalam suatu lomba.
3.
Mengetahui prestasi siswa. Agar
diketahui prestasi atau pengetahuan yang dicapai siswa guru haruslah mengadakan
penilaian.
4.
Mengetahui kelemahan dan kesulitan
siswa. Atas dasar penilaian yang dilakukan guru, maka akan diketahiui latar
belakang siswa yang mengalami kelemahan dan kesulitan belajar.
5.
Mengadakan pengelompokan. Siswa
dikelompokkan dalam kelompok-kelompok kecil yang homogen agar memudahkan dalam
pelaksanaan proses pembelajaran. Umumnya pengelompokamn ini didasarkan pada
tingkat kemampuan dan keterampilan, usia, jenis kelamin, dan minat.
6.
Memberi motivasi siswa, Dengan
demikian diketahui hasil belajar yang dicapi dan sikap siswa akan menjadi
pendorong terhadap siswa itu untuk belajar lebih giat.
7.
Penempatan siswa. Untuk menempatkan
siswa dalam situasi pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki siswa.
8.
Memberikan data pada pihak tertentu/
Dengan memberikan data itu pada sekolah atau lembaga pendidikan dapat
melaporkan hasil belajar siswa pada orang tua murid dan juga masyarakat yang
memerlukan keterangan.laporan ini dengan berbentuk rapor, STTB, dan sebagainya
(Depdiknas,2004 : 6).
Prinsip-prinsip penilaian dalam KTSP adalah prinsip
penilaian hasil belajar berbasis kompetensi. Prinsip belajar tuntas (mastery
learning) untuk pencapaian kompetensi sangat efektif untuk meningkatkan
kinerja akademik (Depdiknas, 2004: 24). Siswa tidak diperkenankan mengerjakan
tugas berikutnya sebelum mampu menyelesaikan pekerjaan dengan prosedur yang
benar dan hasil yang baik. Jika siswa dikelompokkan berdasarkan tingkat
kemampuannya untuk beberapa mata pelajaran, dan diajar sesuai dengan
karakteristiknya maka sebagian besar dari mereka akan mencapai ketuntasan.
Adapun nilai ketuntaan standar kompetensi ideal yaitu 100, namun standar nilai
ini disesuaikan dengan tiap sekolah dengan berbagai alasan yang melatarbelakanginya.
Guru dan sekolah dapat menetapkan nilai ketuntasan minimum secara bertahap dan
terencana agar memperoleh nilai ideal. Siswa yang belum tuntas harus mengikuti
program remedial. Depdiknas (2004 : 7) menyatakan bahwa prinsip atau
kriteria penilaian yaitu:
§ Validitas. Menilai
apa yang seharusnya dinilai dan alat penilaian yang digunakan sesuai dengan
kompetensi yang akan dicapai dan isinya mencakup semua kompetensi yang
terwakili secara proporsional.Dalam pelajaran bahasa misalnya, guru menilai
kompetensi berbicara, penilaian valid jika menggunakan tes lisan, jika
menggunakan tes tertulis tidak valid.
§ Reliabilitas. Penilaian
yang reliable memungkinkan perbandingan yang reliable dan menjamin
konsistensi.Misal, guru menilai dengan proyek penilaian akan reliabel jika
hasil yang diperoleh itu cenderung sama bila proyek itu dilakukan lagi dengan
kondisi yang relatif sama, untuk menjamin penilaian yang reliabel petunjuk
pelaksanaan priyek dan penskorannya harus jelas.
§ Terfokus pada kompetensi. Dalam
pelaksanaan KTSP, penilaian harus terfokus pada pencapaian kompetensi rangkaian
kemampuan), bukan pada penguasaan materi (pengetahuan).
§ Keseluruhan atau komprehensif. Penilaian harus menyeluruh dengan menggunakan beragam
cara dan alat untuk menilai beragam kompetensi atau kemampuan peserta didik,
sehingga tergambar profil kemampuan peserta didik.
§ Objektivitas. Penilaian
harus dilaksanakan secara obyektif, untuk itu penilaian harus adil, terencana,
berkesinambungan, menggunakan bahasa yang dapat dipahami peserta didik dan menerapkan
kriteria yang jelas dalam pembuatan keputusan atau pemberian angka.
§ Mendidik. Penilaian
dilakukan untuk memperbaiki proses pembelajaran bagi guru dan meningkatkan
kualitas belajar bagi peerta didik.
Selain prinsip penilaian di atas Nurhadi (2004:164) merinci
prinsip penilaian menjadi delapan yaitu :
§ Menyeluruh. Penilaian
dapat di lakukan dengan berbagai teknik termasuk mengumpulkan berbagai bukti
bagi hasil belajajar siswa. Penilaian meliputi pengetahuan (kognitif),
ketrampilan (psikomotor), sikap (afektif).
§ Berkesinambungan. Pelaksanaan
penilaian dilakukan dengan berencana, bertahap, dan terus-menerus untuk
memperoleh gambaran tentang perkembangan belajar siswa.
§ Valid. Penilaian
harus memberikan informasi yang akurat tentang hasil belajar siswa, misalnya
apabila pembelajaran menggunakan pendekatan eksperimen maka kegiatan melakukan
eksperimen harus menjadi salah satu obyek yang di nilai.
§ Terbuka. Proses
dari hasil penilaian harus bersifat terbuka dan diterima semua pihak terkait
yaitu siswa, guru, sekolah, orang tua, dan masyarakat.
§ Bermakna. Penilaian
hendaknya mudah di pahami, mempunyai arti, berguna, dan bisa di tindak lanjuti
oleh semua pihak. Makna bagi guru, hasil penilaian dapat bermakna untuk
meningkatkan prestasi siswa, memberikan hasil kemajuan siswa dan sebagai umpan
balik untuk proses perbaikan belajar mengajar pada masa yang akan datang.
§ Mendidik. Hasil
penilaian harus dapat membina dan memberi dorongan kumparan siswa untuk dapat
meningkatkan hasil belajar siswa.
§ Berorientasi pada kompetensi. Penilaian harus menilai pencapaian kompetensi yang
dimaksud dalam kurikulum.
§ Adil. Penilaian
harus adil terhadap semua siswa dengan tidak membedakan latar belakang
sosial-ekonomi, budaya, bahasa dan kelamin.
Sementara menurut Depdiknas (2004:8) dalam prinsip penilaian
kelas yaitu guru sehaharusya: a) memandang penilaian dan KBM itu secara
terpadu, b) mengembangkan strategi yang mendorong dan memperkuat penilaian
sebagai cermin diri, c) melakukan berbagai strategi penilaian didalam program
pengajaran untuk menyediakan berbagai jenis informasi tentang hasil belajar
peserta didik, d) mempertimbangkan berbagai kebutuhan khusus peserta didik, e)
mengembangkan dan menyediakan system pencatatan yang bervariasi dalam
pengamatan kegitan belajar peserta didik, dan (f) menggunakan cara dan alat
penilaian yang bervariasi dalam rangka mengumpulkan informasi untuk membuat
keputusan tentang tingkat pencapaian peserta didik (Depdiknas, 2004:8).
E. Kriteria Penilaian
Sudah Anda ketahui, bahwa evaluasi merupakan kegiatan yang
meliputi pengumpulan bukti-bukti yang kemudian dijadikan dasar pengambilan
keputusan tentang keberhasilan siswa mengikuti pelajaran. Agar pengambilan
keputusan tidak merupakan perbuatan yang subjektif, makaa diperlukan patokan
pedoman, aat kriteriaa tertentu, kriteria tersebut dapat digunakan sebagai
“ukuran”, apakah seseorang siswa telah memenuhi persyaratan untuk dikategorikan
berhasil, naik, lulus, atau tidak. Kriteria ini disebut orientasi penilaian
atau standar penilaian.
Standar penilaian ada tiga yaitu :
1.
Standar yang mutlak : Dinamakan
demikian karena kriteria ini bersifat tetap (tidak bisa ditawar) dan tidak
dipengaruhi oleh prestasi sesuatu kelompok. Misalkan dalam mata pelajaran IPS,
mungkin standar tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut : untuk dapat
dinyatakan lulus siswa harus dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan betul
paling sedikit 70% dari soalsoal yang diberikan. Ini berarti bahwa siswa yang
menjawab dengan benar kurang dari 70% jumlah soal yang diberikan tidak dapat dinyatakan
berhasil, apapun yang terjadi.
2.
Standar yang relatif, pada standar
yang relaatif ini keberhasilan seorang siswa ditentukan oleh posisinya diantara
kelompok siswa yang mengikuti evaluasi. Dapat juga dikatakan bahwa keberhasilan
dipengaruhi oleh tempat relatifnya dibandingkan dengan prestasi (rata-rata)
kelompok.
3.
Standar perbuatan sendiri. Jika Anda
menggunakan kriteria ini keberhasilan siswa didasarkan pada performance yang
dilakukan sebelumnya, misalnya seminggu yang lalu, Kholid mampu meloncat 1,05 meter
dan sekarang dapat meloncat setinggi 1,10 meter, ini merupakan kemajuan
(keberhasilan) baginya, dan dapat dinyatakan lulus.
F. Prinsip Dasar Penilaian
Setiap orang akan selalu belajar, artinya bahwa aktivitas
belajar tidak berhenti. Tetapi akan terus berkelanjutan. Begitu juga para siswa
yang sedang belajar akan terus belajar sampai mencapaai hasil yang diharapkan.
Dalam hal ini tidak ada istilah gagal, tetapi hanya belum mencapainya. Pada
saatnya nanti akan dapat mencapai hasil belajar yang diharapkan. Hal ini sesuai
dengan konsep belajar tuntas dan belajar berkelanjutan.
Kurikulum berbasis kompetensi dan kemampuan dasar sangat
cocok dengan prinsip belajar berkelanjutan, begitu juga kegiatan
penilaiannya, berupa sistem penilaian yang berkelanjutan. Jadi selain prinsip
menyeluruh, penilaian untuk mata pelajaran pengetahuan sosial juga perlu
dikembangkan sistem penilaian berkelanjutan. Hal ini dimaksudkan untuk
mendapatkan gambaran yang utuh mengenai perkembangan hasil belajar siswa
sebagai dampak langsung (main effect) maupun dampak tidak langsung (naturant
effect) dari proses pembelajaran. Sistem penilaian pada mata pelajaran
pengetahuan sosial mengikuti prinsip-prinsip penilaian yang berlaku umum yaitu
:
1.
Menyeluruh. Penguasaan kompetensi dalam mata pelajaran
pengetahuan sosial hendaknya menyeluruh baik menyangkut standar
kompetensinya, kompetensi dasar, indikator, pencapaian, maupun aspek-aspek
intelektual, sikap dan tindakannya, beserta keseluruhan proses dalam upaya
penguasaan kompetensi tersebut.
2.
Berkelanjutan. Sistem penilaian berkelanjutan menagih pencapaian
semua kompetensi dasar yang telah dipelajari yaitu dalam bentuk ujian.
Selanjutnya hasil ujian dianalisis untuk mengetahui kompetensi dasar yang telah
dicapai dan yang belum mencapai diminta mengikuti program remedial, dan bila
sudah siap diuji lagi. Bagi yang telah mencapai kompetensi dasar diberi program
pengayaan. Strategi pembelajaran yang dilakukan sebelumnya, agar siswa tidak
bosan. Jadi pada sistem penilaian berkelanjutan semua kompetensi dasar
diujikan, hasilnya dianalisis untuk menentukan strategi pembelajaran berikutnya
hingga semua siswa diharapkan mencapai kompetensi dasar yang diharapkan.
3.
Berorientasi
pada indikator. Berorientasi pada indikator
ketercapaian hasil belajar sistem penilaian dalam pembelajaran pengetahuan
sosial harus mengacu pada indikator ketercapaian hasil kemampuan dasar yang
sudah ditetapkan dari setiap standar kompetensi dengan demikian hasil penilaian
memberikan gambaran mengenai perkembangan pencapaian kompetensi dasar
pengetahuan sosial telah dikuasai oleh siswa.
4.
Sesuai dengan
pengalaman belajar. Sistem penilaian dalam
pengetahuan sosial harus disesuaikan dengan pengalaman belajar yang ditempuh
dalam proses pembelajaran. Misalnya, jika pembelajaran menggunakan pendekatan
tugas kunjungan lapangan maka evaluasi harus diberikan baik pada proses
(keterampilan proses) misalnya teknik wawancara, maupun produk atau hasil
melakukan kunjungan lapangan yang berupa informasi yang dibutuhkan.
Sistem penilaian berbasis kompetensi dasar adalah sistem
penilaian yang berkelanjutan dengan kriteria tercapaian kompetensi tertentu.
Tercapainya suatu kompetensi ditandai dengan tampilnya indikator tertentu
setelah menempuh pengalaman belajar tertentu seluruh indikator dikembangkan menjadi
butir-butir soal kemudian diaplikasikan dengan menggunakan berbagai teknik
penilaian baik pada ujian formatif, pertanyaan lisan, kuis di kelas, ulangan
harian, tugas, pekerjaan rumah, maupun ujian sumatif yang tidak harus bersamaan
dengan akhir semester atau ulangan umum kenaikan.
Penentuan teknik penilaian yang digunakan didasarkan pada
kompetensi dasar yang dinilai, dan harus ditelaah oleh sejawat dalam mata
pelajaran yang sama. Hasilnya dianalisis guna menentukan kompetensi dasar yang
telah dan yang belum dikuasai, serta kesulitan. Kesulitan yang dialami siswa,
sehigga dapat ditentukan tindak lanjut yang sesuai dengan kesulitannya apabila
sebagian besar siswa belum menguasai suatu kompetensi dasar, maka dilakukan
program pembelajaran ulang. Untuk seluruh siswa tentang kompetensi dasar
tersebut. Bila yang belum mengusai hanya sebagian kecil, maka remedi dilakukan
secara individual atau kelompok yang bersangkutan saja. Bagi siswa yang telah
mengusai kompetensi dasar tertentu diberi tugas untuk pengayaan.
Ujian sumatif dapat diselenggarakan untuk setiap standar
kompetensi atau sekelompok kompetensi dasar yang merupakan satu kebulatan dalam
bentuk kemampuan tertentu. Oleh karena itu dalam sistem penilaian
berkelanjutan, guru harus mengembangkan kisi-kisi soal ujian secara menyeluruh
untuk satu semester dengan teknik penilaian yang tepat. Kisi-kisi sistem
penilaian berbasis kompetensi berisi rancangan sistem penilaian. Penilaian
merupakan langkah terakhir untuk menentukan sejauh mana tujuan pembelajaran bisa
tercapai. Melalui penilaian, keberhasilan anak dan guru dalam melaksanakan
proses pembelajaran dapat diukur.
1.
Penilaian hendaknya memiliki
prinsip objektif, artinya dalam melakukan suatu penilaian,
hendaknya guru bertindak adil dan tidak pandang bulu Penilaian hendaknya
memiliki prinsipkejelasan, artinya dalam melakukan penilaian hendaknya
guru memahami semuanya dengan jelas.
2.
Penilaian hendaknya dikerjakan
dengan seksama, artinya semua komponen untuk menilai siswa sudah
disiapkan oleh guru secara cermat dan seksama.
3.
Penilaian hendaknya menggunakan
prinsip representatif, artinya dalam menilai hendaknya guru mampu
melakukannya secara menyeluruh. Semua materi yang telah disampaikan dalam
kegiatan pembelajaran di kelas harus dapat dinilai secara representatif.
Penilaian hendaknya dilaksanakan dengan menggunakan
prinsip terbuka, artinya apa pun bentuk soal yang dibagikan kepada
siswa, hendaknya model penilaiannya diinformasikan secara terbuka kepada siswa.
Model penilaian yang dimaksud antara lain meliputi bobot skor masing-masing
soal, kejelasan maksud soal, serta hal-hal lain yang perlu mendapat perhatian
dari siswa ketika menjelang pelaksanaan penilaian.
G. Penyusunan Instrumen
1. Jenis Penilaian (Tagihan)
Penilaian atau tagihan merupakan kegiatan yang harus
dilakukan oleh siswa untuk menunjukkan hasil belajar yang telah dicapainya.
Jenis tagihan yang dapat digunakan dalam sistem penilaian berbasis kompetensi
pada mata pelajaran pengetahuan sosial antara lain : 1) Kuis, bentuknya
berupa isian singkat dan menanyakan hal-hal yang bersifat prinsip. Biasanya
dilakukan sebelum pelajaran dimulai kurang lebih 15 menit. Kuis dilakukan untuk
mengungkap kembali penguasaan pelajaran oleh siswa, 2) Pertanyaan lisan di
kelas, pertanyaan-pertanyaan yang diucapkan oleh guru dengan tujuan memperkuat
pemahaman terhadap konsep dan prinsip, 3) Ulangan harian, 4) Tugas
individu, 5) Tugas kelompok, 6) Ujian sumatif, ujian yang
dilaksanakan setiap standar kompetensi atau beberapa satuan kompetensi dasar, 7)
Ujian akhir, yaitu ujian yang dilaksanakan pada akhir program persekolahan.
2. Bentuk Instrumen (Soal)
§ Bentuk soal uraian : – Soal uraian bebas – Soal uraian
terbatas – Soal uraian terstruktur
§ Bentuk soal objektif : – Isian singkat – Benar-salah –
Menjodohkan – Pilihan ganda : – Melengkapi pilihan – Hubungan antar hal –
Tinjauan kasus – Asosiasi pilihan ganda – Membaca diagram (Bentuk-bentuk soal
ini semua Anda sudah sangat familier, sehigga tidak perlu disajikan contoh)
3. Bentuk-Bentuk Instrumen Nontes
Pengukuran dengan teknik nontes meliputi :
a. Pengamatan atau observasi
Observasi dapat dilakukan secara langsung pada saat siswa
melakukan aktivitas belajar. Kemampuankemampuan yang muncul menggambarkan
tingkat kemampuan yang muncul menggambarkan tingkat kemampuan yang berhasil
dikuasai. Jika Anda bermaksud untuk melakukan pengamatan, hendaknya
dipersiapkan lembar observasi baik berupa daftar cek (check list) maupun
catatan biasa, untuk lembar observasi dalam bentuk check list :
Observasi biasanya digunakan untuk menilai perbuatan,
terutama aspek psikomotor atau keterampilan tertentu, yang berkaitan dengan
proses. Dalam mata pelajaran pengetahuan sosial misalnya keterampilan
wawancara,berdiskusi, membuat peta dan sebagainya.
b Dokumentasi
Penilaian dilakukan dengan cara melihat kerja siswa yang
diperoleh selama kegiatan pembelajaran. Dokumen hasil karya siswa berupa
kesimpulankesimpulan diskusi kelompok, kliping dan sebagainya.
c. Penugasan. Pemberian tugas dapat
secara individual atau kelompok.
d. Portofolio
Portofolio adalah kumpulan hasil karya siswa dalam satu
periode tertentu yang menggambarkan perkembangan dalam aspek atau satu bidang
tertentu. Portofolio cocok untuk mengetahui perkembangan kompetensi siswa.
H. Penskroran
Untuk menentukan keberhasilan siswa dalam sistem penilaian
ini dilakukan penskroran dan penentuan kriteria keberhasilan belajar. Secara
umum sistem penilaian pengetahuan sosial menggunakan prinsip “Belajar Tuntas (Mastery
Learning)” dimana siswa dikatakan berhasil bila telah mencapai kriteria 75%
penguasaan (mastery). Namun secara khusus sistem penilaian pengetahuan
sosial perlu memperhatikan keterkaitannya dengan ranah-ranah kognitif, afektif,
psikomotor dimana masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda.
I. Pemanfaatan dan Pelaporan hasil
Penilain Kelas
Penilaian kelas yang menghasilkan informasi tentang kemajuan
pencapaian kompetensi menyeluruh setiap peserta didik dengan menggunakan
berbagai tehnik bermanfaat untuk : (a) perbaikan/remidial bagi anak yang kurang
berprestasi, (b) pengayaan bagi peserta didik cepat, (c) perbaikan program dan
proses pembelajaran, (d) pelaporan dan (e) penentuan kenaikan kelas.
Pelaporan hasil belajar yang dilakukan oleh guru atas
perkembangan pembelajaran siswa berupa raport. Raport adalah laporan kemajuan
belajar peserta didik dalam kurun waktu satu semester. Laporan prestasi mata
pelajaran berisi informasi tentang pencapaian kompetensi yang telah ditetapkan
dalam kurikulum. Laporan disajikan dalam bentuk yang lebih rinci agar orangtua
dapat mengetahui hasil belajar anaknya dalam menguasai kompetensi mata
pelajaran. Disamping itu, ada catatan guru tentang pencapaian kompetensi
tertentu sebagai masukan kepada anak dan orang tuanya untuk membantu
kinerjanya.
Nilai pada raport merupakan gambaran kemampuan peserta didik
karena itu kedudukan atau bobot nilai harian dan nilai sumatif (nilai akhir
semester) sama. Nilai sumatif merupakan kumpulan nilai harian yang terdiri dari
standar kompetensi, kompetensi dasar, serta indikator-indikator hasil belajar.
Nilai laporan hasil belajar per semester merupakan nilai kumulatif dari hasil
pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar selama siswa mngikuti
pembelajaran pada semester yang terkait yang diperoleh melalui ujian lisan,
tertulis, wawancara, kuis, praktik, tugas-tugas dan lainnya serta hasil
remidial.
J. Pengembangan Alat Penilaian dalam
Bentuk Tes dan Non-Tes
Alat penilaian dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu
dengan teknik tes dan teknik non-tes. Pembahasan mengenai pengembangan alat
penilaian pada kedua teknik tersebut dapat Anda baca pada berikut.
1. Pengembangan Alat Penilaian dengan
Teknik Tes
Teknik tes merupakan salah satu alat, cara, dan
langkah-langkah yang sistematik untuk digunakan dalam mengukur sejumlah
perilaku tertentu siswa. Berdasarkan cara pelaksanaannya, teknik tes
dikelompokkan sebagai berikut. Tes tertulis, yaitu alat
penilaian yang bentuk dan pelaksanaanya dilakukan secara tertulis. Tes
lisan, yaitu alat penilaian yang bentuk dan pelaksanaanya dilakukan secara
lisan. Tes perbuatan, yaitu alat penilaian yang baik pertanyaan
maupun jawabannya dilakukan secara tertulis maupun lisan, seperti praktek di
laboratorium, praktik kesenian, simulasi, dan deklamasi.
2. Pengembangan Alat Penilaian dengan Teknik
Non-Tes
Teknik non-tes adalah alat penilaian yang prosedurnya tidak
sistematis sebagaimana teknik tes. Akan tetapi, teknik non tes ini dapat
dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai karakteristik minat, sikap, atau
kepribadian siswa. Berdasarkan cara pelaksanaannya, teknik non-tes
dikelompokkan sebagai berikut.
a. Skala sikap
yaitu alat penilaian yang digunakan untuk mengungkapkan
sikap siswa melalui tugas tertulis. Sikap artinya pendirin seseorang terhadap
suatu peristiwa atas obyek. Skala sikap alat penialain yang mengukur pendirian
seseorang seperti sangat setuju, ragu-ragu, setuju dan sangat tidak setuju
b. Check list
yaitu alat penilaian yang pengisiannya dilakukan oleh guru
atas dasar pengamatan terhadap perilaku siswa. Dalam tes pengamatan, siswa
tidak perlu selalu diberitahu sebelumnya bahwa perilaku mereka sedang diamati.
Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kealamiahan perilaku siswa
c. Quesioner
yaitu alat penilaian yang penyajian maupun pengerjaannya
dilakukan dengan cara tertulis. Penyusunan angket diarahkan untuk menyaring
infomasi mengenai berbagai faktor yang berpengaruh terhadap prestasi belajar.
d. Catatan harian
yaitu suatu catatan mengenai perilaku siswa yang dipandang
mempunyai kaitan dengan perkembangan kepribadiannya. Misalnya, catatan mengenai
siswa yang memperlihatkan perilaku khusus seperti, suka terlambat, mengambil
milik teman, suka mengganggu, atau membuat gaduh
e. Portofolio
yaitu penilaian berdasarkan koleksi atau kumpulan bahan
pilihan yang dikembangkan oleh siswa/guru, berfungsi untuk menelaah proses,
usaha, perbaikan, dan pencapaian kinerja siswa secara objektif. Ada beberapa
prinsip yang perlu Anda perhatikan dalam penggunaan portofolio, yaitu (1)
saling percaya antara guru dan siswa (mutual trust), (2) milik bersama
antara guru dan siswa (joint ownership), (3) keberhasilan bersama antara
guru dan siswa (confidentiality), (4) kepuasan (satisfaction),
serta (5) kesesuaian (relevance).
K. Pengukuran
Pengukuran adalah penentuanbesaran, dimensi, atau kapasitas,
biasanya terhadap suatu standar atau satuan pengukuran. Pengukuran tidak hanya
terbatas pada kuntlitas fisik, tetapi juga dapat diperluas untuk mengukur
hampir semua benda yang bisa dibayangkan, seperti tingkat ketidakpastianatau
kepercayaan konsumen. Pengukuran adalah proses pemberian angka-angka atau label
kepada unit analisis untuk merepresentasikan atribut-atribut konsep. Proses ini
seharusnya cukup dimengerti orang walau misalnya definisinya tidak dimengerti.
Hal ini karena antara lain kita sering kali melakukan pengukuran.
Menurut Cangelosi (1995) yang dimaksud dengan pengukuran (measurement)
adalah suatu proses pengumpulan data melalui pengamatan empiris untuk
mengumpulkan informasi yang relevan dengan tujuan yang telah ditentukan. Dalam
hal ini guru menaksir prestasi siswa dengan membaca atau mengamati apa saja
yang dilakukan siswa, mengamati kinerja mereka, mendengar apa yang mereka
katakan, dan menggunakan indera mereka seperti melihat, mendengar, menyentuh,
mencium, dan merasakan. Menurut Zainul dan Nasution (2001) pengukuran memiliki
dua karakteristik utama yaitu: 1) penggunaan angka atau skala tertentu; 2)
menurut suatu aturan atau formula tertentu.
Pengukuran adalah suatu kegiatan yang ditujukan untuk
mengidentifikasi besar kecilnya obyek atau gejala (Hadi, 1995). Pengukuran
dapat dilakukan dengan dua cara; 1) menggunakan alat-alat yang standar, 2)
menggunakan alat-alat yang tidak standar. Suryabrata (1984) mendefinisikan
secara sederhana bahwa pengukuran terdiri atas aturan-aturan untuk mengenakan
bilangan-bilangan kepada sesuatu obyek untuk mempresentasikan kuantitas atribut
pada obyek tersebut. Cronbach yang dikutip oleh Mehren (1973) mendefinisikan
pengukuran sebagai suatu prosedur yang sistematis untuk mengamati perilaku
seseorang dan menggambarkannya dengan bantuan skala numerik atau sistem
pengkategorian. Hamalik (1989), menyatakan bahwa kualitas dan kuantitas hasil
pengukuran itu banyak bergantung pada jenis dan mutu alat ukur yang
digunakan. Menegaskan pendapat tersebut, menurut Umar (1991) pengukuran
adalah suatu kegiatan untuk mendapatkan informasi data secara kuantitatif.
Hasil dari pengukuran dapat berupa informasiinformasi atau data yang dinyatakan
dalam berntuk angka ataupun uraian yang sangat berguna dalam pengambilan
keputusan, oleh karena itu mutu informasi haruslah akurat.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan
bahwa pengukuran adalah suatu prosedur yang sistematis untuk memperoleh
informasi data kuantitatif baik data yang dinyatakan dalam bentuk angka maupun
uraian yang akurat, relevan, dan dapat dipercaya terhadap atribut yang diukur
dengan alat ukur yang baik dan prosedur pengukuran yang jelas dan benar.
Pengukuran menurut guilford (1982) yaitu sistem
penetapan angka pada satu tanda-tanda menurut aturan spesifik. Pengukuran
pendidikan berbasis kompetensi menurut pada klasifikasi observasi unjuk kerja
atau kekuatan peserta didik gunakan satu standar. Pengukuran
bisa menggunakan tes serta nontes. Measurement (pengukuran) merupakan
proses yang mendeskripsikan performance siswa dengan menggunakan suatu skala
kuantitatif (system angka) sedemikian rupa sehingga sifat kualitatif dari
performance siswa tersebut dinyatakan dengan angka-angka (Alwasilah et
al.1996). Pernyataan tersebut diperkuat dengan pendapat yang menyatakan bahwa
pengukuran merupakan pemberian angka terhadap suatu atribut atau karakter
tertentu yang dimiliki oleh seseorang, atau suatu obyek tertentu yang mengacu
pada aturan dan formulasi yang jelas. Aturan atau formulasi tersebut harus
disepakati secara umum oleh para ahli (Zainul & Nasution, 2001).
Dengan demikian, pengukuran dalam bidang pendidikan berarti
mengukur atribut atau karakteristik peserta didik tertentu. Dalam hal ini yang
diukur bukan peserta didik tersebut, akan tetapi karakteristik atau atributnya.
Senada dengan pendapat tersebut, Secara lebih ringkas, Arikunto dan Jabar
(2004) menyatakan pengertian pengukuran (measurement) sebagai kegiatan
membandingkan suatu hal dengan satuan ukuran tertentu sehingga sifatnya menjadi
kuantitatif.
Pengukuran merupakan proses yang mendeskripsikan performance
siswa dengan menggunakan suatu skala kuantitatif (system angka) sedemikian rupa
sehingga sifat kualitatif dari performance siswa tersebut dinyatakan dengan
angka-angka (Alwasilah et al.1996). Menurt Ign. Masidjo (1995: 14) pengukuran
sifat suatu objek adalah suatu kegiatan menentukan kuantitas suatu objek
melalui aturan-aturan tertentu sehingga kuantitas yang diperoleh benar-benar
mewakili sifat dari suatu objek yang dimaksud.
Menurut Cangelosi (1991) pengukuran adalah proses
pengumpulan data melalui pengamatan empiris. Pengertian yang lebih luas
mengenai pengukuran dikemukakan oleh Wiersma & Jurs (1990) bahwa pengukuran
adalah penilaian numeric pada fakta-fakta dari objek yang hendak diukur menurut
criteria atau satuan-satuan tertentu. Jadi pengukuran bisa diartikan sebagai
proses memasangkan fakta-fakta suatu objek dengan fakta-fakta satuan tertentu
(Djaali & Pudji Muljono, 2007). Sedangkan menurut Endang Purwanti (2008: 4)
pengukuran dapat diartikan sebagai kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk
memberikan angka-angka pada suatu gejala atau peristiwa, atau benda, sehingga
hasil pengukuran akan selalu berupa angka.
Dari pendapat ahli beberapa ahli tersebut dapat disimpulkan
bahwa pengukuran adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk menentukan fakta
kuantitatif yang disesuaikan dengan kriteria-kriteria tertentu sesuai dengan
objek yang akan diukur. Alwasilah et al.(1996), measurement (pengukuran)
merupakan proses yang mendeskripsikan performa siswa dengan menggunakan suatu
skala kuantitatif (sistem angka) sedemikian rupa sehingga sifat kualitatif dari
performa siswa tersebut dinyatakan dengan angka-angka Arikunto dan Jabar (2004)
menyatakan pengertian pengukuran (measurement) sebagai kegiatan membandingkan
suatu hal dengan satuan ukuran tertentu sehingga sifatnya menjadi kuantitatif.
Cangelosi, James S. (1995), pengukuran adalah proses
pengumpulan data secara empiris yang digunakan untuk mengumpulkan informasi
yang relevan dengan tujuan yang telah ditentukan. Sridadi (2007) pengukuran
adalah suatu prose yang dilakukan secara sistematis untuk memperoleh besaran
kuantitatif dari suatu objek tertentu dengan menggunakan alat ukur yang baku.
L. Evaluasi
Evaluasi dalam bahasa Inggris dikenal dengan istila Evaluation. Gronlund
(1985) berpendapat evaluaasi adalah suatu proses yang sistematis untuk
menentukan atau membuat keputusan, sampai sejauh mana tujuan proram telah
tercapai. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Wrightstone, dkk (1956) yang
mengemukakan bahwa evaluasi pendidikan adalah penaksiran terhadap pertumbuhan
dan kemajuan siswa kearah tujuan atau nilai-nilai yang telah ditetapkan dalam
kurikulum (Djaali & Pudji Muljono, 2007).
Sedangkan Endang Purwanti (2008: 6) Berpendapat bahwa
evaluasi adalah proses pemberian makna atau penetapan kualitas hasil pengukuran
dengan cara membandingkan angka hasil pengukuran tersebut dengan kriteria
tertentu. Sudiono, Anas (2005) mengemukakan bahwa secara harfiah kata evaluasi
berasal dari bahasa Inggris evaluation, dalam bahasa Indonesia berarti
penilaian. Akar katanya adalah value yang artinya nilai. Jadi
istilah evaluasi menunjuk pada suatu tindakan atau suatu proses untuk
menentukan nilai dari sesuatu.
Frey, Barbara A., and Susan W. Alman. (2003): Evaluation
The systematic process of collecting, analyzing, and interpreting information
to determine the extent to which pupils are achieving instructional objectives. (Artinya:
Evaluasi adalah proses sistematis pengumpulan, analisis, dan interpretasi
informasi untuk menentukan sejauh mana siswa yang mencapai tujuan
instruksional). Mardapi, Djemari (2003), penilaian adalah kegiatan menafsirkan
atau mendeskripsikan hasil pengukuran. Zainul, Asmawi dan Noehi Nasution
(2001), mengartikan penilaian adalah suatu proses untuk mengambil keputusan
dengan menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar
baik yang menggunakan tes maupun nontes.
M. Tahapan pelaksanaan evaluasi
Tahapan pelaksanaan evaluasi proses pembelajaran adalah
penentuan tujuan, menentukan desain evaluasi, pengembangan instrumen evaluasi,
pengumpulan informasi/data, analisis dan interpretasi dan tindak lanjut.
1. Menentukan tujuan
Tujuan evaluasi proses pembelajaran dapat dirumuskan dalam
bentuk pernyataan atau pertanyaan. Secara umum tujuan evaluasi proses
pembelajaran untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: (1) Apakah strategi
pembelajaran yang dipilih dan dipergunakan oleh dosen efektif, (2) Apakah media
pembelajaran yang digunakan oleh dosen efektif, (3) Apakah cara mengajar dosen
menarik dan sesuai dengan pokok materi sajian yang dibahas, mudah diikuti dan
berdampak mahasiswa mudah mengerti materi sajian yang dibahas, (4) Bagaimana
persepsi mahasiswa terhadap materi sajian yang dibahas berkenaan dengan
kompetensi dasar yang akan dicapai, (5) Apakah mahasiswa antusias untuk
mempelajari materi sajian yang dibahas, (6) Bagaimana mahasiswa mensikapi
pembelajaran yang dilaksanakan oleh dosen, (7) Bagaimanakah cara belajar
mahasiswa mengikuti pembelajaran yang dilaksanakan oleh dosen.
2. Menentukan desain evaluasi
Desain evaluasi proses pembelajaran mencakup rencana
evaluasi proses dan pelaksana evaluasi. Rencana evaluasi proses pembelajaran
berbentuk matriks dengan kolom-kolom berisi tentang: No. Urut, Informasi yang
dibutuhkan, indikator, metode yang mencakup teknik dan instrumen, responden dan
waktu. Selanjutnya pelaksana evaluasi proses adalah dosen mata kuliah yang
bersangkutan.
3. Penyusunan instrumen evaluasi
Instrumen evaluasi proses pembelajaran untuk memperoleh
informasi deskriptif dan/atau informasi judgemental dapat berwujud (1) Lembar
pengamatan untuk mengumpulkan informasi tentang kegiatan belajar mahasiswa dalam
mengikuti pembelajaran yang dilaksanakan oleh dosen dapat digunakan oleh dosen
sendiri atau oleh mahasiswa untuk saling mengamati, dan (2) Kuesioner yang
harus dijawab oleh mahasiswa berkenaan dengan strategi pembelajaran yang
dilaksanakan dosen, metode dan media pembelajaran yang digunkan oleh dosen,
minat, persepsi maha-siswa tentang pembelajaran untuk suatu materi pokok sajian
yang telah terlaksana.
4. Pengumpulan data atau informasi
Pengumpulan data atau informasi dilaksanakan secara obyektif
dan terbuka agar diperoleh informasi yang dapat dipercaya dan bermanfaat bagi
peningkatan mutu pembelajaran. Pengumpulan data atau informasi dilaksanakan
pada setiap akhir pelaksanaan pembelajaran untuk materi sajian berkenaan dengan
satu kompetensi dasar dengan maksud dosen dan mahasiswa memperoleh gambaran
menyeluruh dan kebulatan tentang pelaksanaan pembelajaran yang telah
dilaksanakan untuk pencapaian penguasaan satu kompetensi dasar.
5. Analisis dan interpretasi
Analisis dan interpretasi hendaknya dilaksanakan segera
setelah data atau informasi terkumpul. Analisis berwujud deskripsi hasil
evalusi berkenaan dengan proses pembelajaran yang telah terlaksana; sedang
interpretasi merupakan penafsiran terhadap deskripsi hasil analisis hasil
analisis proses pembelajaran. Analisis dan interpretasi dapat dilaksanakan
bersama oleh dosen dan mahasiswa agar hasil evaluasi dapat segera diketahui dan
dipahami oleh dosen dan maha-siswa sebagai bahan dan dasar memperbaiki
pembelajaran selanjutnya.
6. Tindak lanjut
Tindak lanjut merupakan kegiatan menindak lanjuti hasil
analisis dan interpretasi. Dalam evaluasi proses pembelajaran tindak lanjut
pada dasarnya berkenaan dengan pembelajaran yang akan dilaksanakan selanjutnya
dan evaluasi pembelajarannya. Pembelajaran yang akan dilaksanakan selanjutnya
merupakan keputusan tentang upaya perbaikan pembelajaran yang akan dilaksanakan
sebagai upaya peningkatan mutu pembelajaran; sedang tindak lanjut evaluasi
pembelajaran berkenan dengan pelaksanaan dan instrumen evaluasi yang telah
dilaksanakan mengenai tujuan, proses dan instrumen evaluasi proses
pembelajaran.
Evaluasi Hasil Belajar antara lain mengunakan tes untuk
melakukan pengukuran hasil belajar.Tes dapat didefinisikan
sebagai seperangkat pertanyaan dan/atau tugas yang direncanakan untuk
memperoleh informasi tentang trait, atribut pendidikan, psikologik atau hasil
belajar yang setiap butir pertanyaan atau tugas tersebut mempunyai jawaban atau
ketentuan yang dianggap benar. Pengukuran diartikan sebagai
pemberian angka pada status atribut atau karakteristik tertentu yang dimiliki
oleh orang, hal, atau obyek tertentu menurut aturan atau formulasi yang
jelas. Penilaian adalah suatu proses untuk mengambil keputusan
dengan menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar
baik yang menggunakan instrumen test maupun non-test. Penilian dimaksudkan
untuk memberi nilai tentang kualitas hasil belajar Secara klasik tujuan
evaluasi hasil belajar adalah untuk membedakan kegagalan dan keberhasilan
seorang peserta didik.
Dalam perkembangannya evaluasi dimaksudkan untuk memberikan
umpan balik kepada peserta didik maupun kepada pembelajar sebagai pertimbangan
untuk melakukan perbaikan serta jaminan terhadap pengguna lulusan sebagai
tanggung jawab institusi yang telah meluluskan. Tes, pengukuran dan penilaian
berguna untuk : seleksi, penempatan, diagnosis dan remedial, umpan balik,
memotivasi dan membimbing belajar, perbaikan kurikulum dan program pendidikan
serta pengembangan ilmu. Tahapan Evaluasi Tahapan pelaksanaan evaluasi hasil
belajar adalah penentuan tujuan, menentukan desain evaluasi, pengembangan
instrumen evaluasi, pengumpulan informasi/data, analisis dan interpretasi serta
tindak lanjut.
1.
Menentukan tujuan. Tujuan
evaluasi hasil belajar yaitu untuk mengetahui capaian penguasaan kompetensi
oleh setiap mahasiswa sesuai rencana pembelajaran yang disusun oleh guru mata
pelajaran atau guru kelas. Kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa mencakup
koginitif, psikomotorik dan afektif.
2.
Menentukan Rencana
Evaluasi. Rencana evaluasi hasil belajar berwujud kisi-kisi, yaitu matriks
yang menggambarkan keterkaitan antara behavioral objectives (kemampuan
yang menjadi sasaran pembelajaran yang harus dikuasai siswa) dan course
content (materi sajian yang dipelajari siswa untuk mencapai
kompetensi) serta teknik evaluasi yang akan digunakan dalam menilai
keberhasilan penguasaan kompetensi oleh siswa.
3.
Penyusunan Instrumen
Evaluasi. Instrumen evaluasi hasil belajar untuk memperoleh informasi
deskriptif dan/atau informasi judgemantal dapat berwujud tes maupun non-test.
Tes dapat berbentuk objektif atau uraian; sedang non-tes dapat berbentuk lembar
pengamatan atau kuesioner. Tes objektif dapat berbentuk jawaban singkat,
benarsalah, menjodohkan dan pilihan ganda dengan berbagai variasi : biasa,
hubungan antar hal, kompleks, analisis kasus, grafik dan gambar tabel. Untuk
tes uraian yang juga disebut dengan tes subjektif dapat berbentuk tes uraian
bebas, bebas terbatas, dan terstruktur. Selanjutnya untuk penyusunan instrumen
tes atau nontes, guru harus mengacu pada pedoman penyusunan masing-masing jenis
dan bentuk tes atau non tes agar instrumen yang disusun memenuhi syarat
instrumen. yang baik, minimal syarat pokok instrumen yang baik, yaitu valid
(sah) dan reliabel (dapat dipercaya).
4.
4. Pengumpulan data atau
informasi. Pengumpulan data atau informasi dalam bentuknya adalah
pelaksanaan testing/penggunaan instrumen evaluasi harus dilaksanakan secara
obyektif dan terbuka agar diperoleh informasi yang sahih dan dapat dipercaya
sehingga bermanfaat bagi peningkatan mutu pembelajaran. Pengumpulan data atau
informasi dilaksanakan pada setiap akhir pelaksanaan pembelajaran untuk materi
sajian berkenaan dengan satu kompetensi dasar dengan maksud dosen dan mahasiswa
memperoleh gambaran menyeluruh dan kebulatan tentang pelaksanaan pembelajaran
yang telah dilaksanakan untuk pencapaian penguasaan satu kompetensi dasar
5.
Analisis dan
interpretasi. Analisis dan interpretasi hendaknya dilaksanakan segera
setelah data atau informasi terkumpul. Analisis berwujud deskripsi hasil
evalusi berkenaan dengan hasil belajar mahasiswa, yaitu penguasaan kompetensi;
sedang interpretasi merupakan penafsiran terhadap deskripsi hasil analisis
hasil belajar mahasiswa. Analisis dan interpretasi didahului dengan
langkah skoring sebagai tahapan penentuan capaian penguasaan kompetensi oleh
setiap siswa. Pemberian skoring terhadap tugas dan/atau pekerjaan siswa harus
dilaksanakan segera setelah pelaksanaan pengumpulan data atau informasi serta
dilaksanakan secara objektif. Untuk menjamin keobjektifan skoring guru harus
mengikuti pedoman skoring sesuai dengan jenis dan bentuk tes/instrumen evaluasi
yang digunakan.
6.
Tindak lanjut. Tindak lanjut
merupakan kegiatan menindak lanjuti hasil analisis dan interpretasi. Sebagai
rangkaian pelaksanaan evaluasi hasil belajar tindak lanjut pada dasarnya
berkenaan dengan pembelajaran yang akan dilaksanakan kelanjutnya berdasarkan
hasil evaluasi pembelajaran yang telah dilaksanakan dan berkenaan dengan
pelaksanaan evaluasi pemebelajaran itu sendiri.
Tindak lanjut pembelajaran yang akan dilaksanakan
selanjutnya merupakan pelaksanaan keputusan tentang usaha perbaikan
pembelajaran yang akan dilaksanakan sebagai upaya peningkatan mutu
pembelajaran. Tindak lanjut berkenaan dengan evaluasi pembelajaran menyangkut pelaksanaan
evaluasi dengan instrumen evaluasi yang digunakan meliputi tujuan, proses dan
instrumen evaluasi hasil belajar.
Evaluasi dalam bidang pendidikan ditinjau dari sasarannya
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu evaluasi yang bersifat makro dan yang mikro.
Evaluasi yang bersifat makro sasarannya adalah program pendidikan pada umumnya,
yaitu program yang direncanakan untuk memperbaiki bidang pendidikan.
Evaluasi mikro sering digunakan di tingkat kelas. Jadi sasaran evaluasi mikro
adalah program pembelajaran di kelas (Djemari Mardapi. 2000: 2).
Guru mempunyai tanggung jawab untuk menyusun dan
melaksanakan program pembelajaran di kelas, sedangkan pimpinan sekolah
mempunyai tanggung jawab untuk mengevaluasi program pembelajaran yang telah
disusun dan dilaksanakan oleh guru.
M. Perbedaan Evaluasi, Penilaian, dan
Pengukuran
Berdasarkan pengertian di atas dapat kita simpulkan bahwa
penilaian adalah suatu proses untuk mengambil keputusan dengan menggunakan
informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar baik yang menggunakan
tes maupun nontes. Pengukuran adalah membandingkan hasil tes dengan standar
yang ditetapkan. Pengukuran bersifat kuantitatif. Sedangkan menilai adalah
kegiatan mengukur dan mengadakan estimasi terhadap hasil pengukuran atau membanding-bandingkan
dan tidak sampai ke taraf pengambilan keputusan.Penilaian bersifat kualitatif.
Agar lebih jelas perbedaannya maka perlu dispesifikasi lagi
untuk pengertian masing-masing :
§ Evaluasi pembelajaran adalah suatu proses atau kegiatan
untuk menentukan nilai, kriteria-judgment atau tindakan dalam pembelajaran.
§ Penilaian dalam pembelajaran adalah suatu usaha untuk
mendapatkan berbagai informasi secara berkala, berkesinambungan, dan menyeluruh
tentang proses dan hasil dari pertumbuhan dan perkembangan yang telah dicapai
oleh anak didik melalui program kegiatan belajar.
§ Pengukuran atau measurement merupakan suatu proses atau
kegiatan untuk menentukan kuantitas sesuatu yang bersifat numerik. Pengukuran
lebih bersifat kuantitatif, bahkan merupakan instrumen untuk melakukan
penilaian. Dalam dunia pendidikan, yang dimaksud pengukuran sebagaimana
disampaikan Cangelosi (1995: 21) adalah proses pengumpulan data melalui
pengamatan empiris.
Dari pengertian di atas istilah evaluasi dan penilaian
hampir sama, bedanya dalam evaluasi berakhir dengan pengambilan keputusan
sedangkan penilaian hanya sebatas memberikan nilai saja. Berdasarkan pengertian
antara istilah pengukuran, penilaian dan evaluasi yang dikemukakan diatas, maka
jelaslah sudah bahwa pengukuran, penilaian dan evaluasi merupakan tiga konsep
yang berbeda. Namun demikian, dalam prakteknya dalam dunia pendidikan, ketiga
konsep tersebut sering dipraktikkan dalam satu rangkaian kegiatan
DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah, et al. 1996. Glossary of educational Assessment
Term. Jakarta: Ministry of Education and Culture.
Alwasilah, et al. 1996. Glossary of educational
Assessment Term. Jakarta: Ministry of Education and Culture.
Anas sudiono, Pengantar Evaluasi Pendidikan,
Jakarta:PT.Grafindo persada, 2001.
Angelo, T.A., 1991. Ten easy pieces: Assessing
higher learning in four dimensions. In Classroom research: Early lessons from
success. New directions in teaching and learning(#46), Summer, 17-31.
Arikunto, S & Jabar. 2004. Evaluasi Program
Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Arikunto, S & Jabar. 2004. Evaluasi Program
Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan dan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta
Arikunto, Suharsimi. 1984. Dasar-Dasar Evaluasi
Pendidikan Yogyakarta: Bina Aksara.
Borg, W.R. & Gall, M.D. 1983. Educational
research: An Introduction. NewYork & London:
Calongesi, J.S. 1995. Merancang Tes untuk Menilai
Prestasi Siswa. Bandung : ITB
Calongesi, James S. 1995. Merancang Tes untuk
Menilai Prestasi Siswa. Bandung : ITB
Darsono, Max, Prof, DR, dkk, 2000, Belajar dan
Pembelajaran, Semarang : CV IKIP Semarang Press
Depdiknas. 2003, Pedoman Khusus Pengembangan Silabus
dan Penilaian, Jakarta : Depdiknas
Depdiknas. 2004, Cara Pengisian Laporan Hasil
Belajar Siswa SMA, Jakarta : Depdiknas
Depdiknas. 2004, KTSP SMA Pedoman Pengembangan
Instrumen dan Penilaian Ranah Afektif, Jakarta : Depdiknas
Depdiknas. 2004, KTSP SMA Pedoman Pengembangan
Instrumen dan Penilaian Ranah Psikomorik. Jakarta : Depdiknas
Depdiknas. 2004, KTSP SMA Pedoman Pengembangan
Portofolio untuk Penilaian. Jakarta : Depdiknas
Depdiknas. 2004, Kurikulum 2004 Kerangka Dasar,
Jakarta : Depdiknas
Depdiknas. 2004, Panduan Penilaian, Penjurusan,
Kenaikan Kelas dan Pindah Sekolah di SMA, Jakarta : Depdiknas
Depdiknas. 2004, PedomanPenilaian Kelas, Jakarta
: Depdiknas
Depdiknas. 2004. Modul Pembelajaran, Rembang :
Sekda Pemkab Rembang
Djahiri, Ahmad Kosasih. 1992. Menelusuri Dunia
Affective, Nilai Moral dan Pendidikan Nilai Moral. Bandung: LPPMP IKIP
Bandung.
Feczel, J. D. 1985. Towaed A Confluent Taxono My of
Cognitive, and Psychomotor Abilities in Communication, 34.
Frey, Barbara A., and Susan W. Alman. 2003. Formative
Evaluation Through Online Focus Groups, in Developing Faculty to use Technology,
David G. Brown (ed.), Anker Publishing Company: Bolton, MA.
Hamalik, Oemar, Penelitian Pendidikan, Bandung :
Remaja Rosdakarya
Hamalik, Oemar. 2003. Perencanaan Pengajaran
Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta : Bumi Aksara
Imam Ghozali & Fuad. 2005. Structural equation
modeling: Teori, konsep dan aplikasi dengan program Lisrel 8,54.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro
Joreskog, K. & Sorbom, D. 1996. Lisrel 8: User
reference guide. Chicago. Scientific Software International.
Kirkpatrick, D.L. 1998. Evaluating training
programs, The four levels (2nd ed.). San Francisco: Berrett-Koehler
Publisher, Inc
Kizlik, Bob. 2009. Measurement, Assessment, and
Evaluation in Education. Online :http://www.adprima.com/measurement.htm diakses tanggal 20-01-2013.
Kumano, Y. 2001. Authentic Assessment and Portfolio
Assessment-Its Theory and Practice. Japan: Shizuoka University.
Lehmann, H. 199). The Systems Approach to Education.
Special Presentation Conveyed in The International Seminar on Educational
Innovation and Technology Manila. Innotech Publications-Vol 20 No. 05.
Longman Djemari Mardapi. 2000. Evaluasi
pendidikan. Makalah disampaikan pada Konvensi Pendidikan Nasional tanggal
19 – 23 September 2000 di Universitas Negeri Jakarta.
Mardapi, Djemari. 2003. Desain Penilaian dan
Pembelajaran Mahasiswa. Makalah Disajikan dalam Lokakarya Sistem Penjaminan
Mutu Proses Pembelajaran tanggal 19 Juni 2003 di Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta.
Masrukhi, Drs, Mpd, Makalah Model Pembelajaran
Berbasis Portofolio. Bandung : Rosdakarya
Mathew B. Miles dan A. Michael Huberman , 1992, Analisis
Data Kualitatif , Jakarta : UI Press
Mulyasa, E, 2004, Kurikulum Berbasis Kompetensi,
Bandung : Rosdakarya
Nurhadi, 2004. Kurikulum 2004. Jakarta : PT
Gramedia Widiasarana Indonesia
Overton, Terry. 2008. Assessing Learners with
Special Needs: An Applied Approach (7th Edition). University of Texas –
Brownsville
Palomba, Catherine A. And Banta, Trudy W. 1999. Assessment
Essentials: Planning, Implementing, Improving. San Francisco: Jossey-Bass
Plomp, T. 1997. Development research on/in
educational development. Netherlands: Twente University.
Ruminiati, 2001. Pengembangann model penilaian PKn SD.
Malang: Jurnal Sekolah DasarTahun 10, Nomor 1, Mei 2001
Solimun. 2002. Structural equation modeling (SEM)
Lisrel dan Amos. Malang: Fakultas MIPA Universitas Brawijaya
Sridadi. 2007. Diktat Mata Kuliah Evaluasi
Pembelajaran Penjas. Yogyakarta: FIK UNY.
Stiggins, R.J. 1994. Student-Centered Classroom
Assessment. New York : Macmillan College Publishing Company
Stufflebeam, D.L. & Shinkfield, A.J. 1985. Systematic
evaluation. Boston: Kluwer Nijhof Publishing.
Sudiyono, A. 2003. Pengantar evaluasi pendidikan.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Tayibnapis, F.Y. 2000. Evaluasi Program.
Jakarta: Rineka Cipta
Wahab, Abdul Azis. 1993. Evaluasi Hasil Belajar PMP,
Bandung: Jurusan PMP/Kn.
Wayan Nurkencana. (1993). Evaluasi Pendidikan.
Surabaya : Usaha Nasional.
Winataputra, Udin Syarifudin.1991. Model Belajar
Mengajar Bidang Studi PMP dan Pendidikan IPS. Jakarta: Depdikbud.
Yusuf A.Muri. 2005. Evaluasi Pendidikan.
Padang: Universitas Negeri Padang
Zainul & Nasution. 2001. Penilaian Hasil belajar.
Jakarta: Dirjen Dikti
Zainul, Asmawi dan Noehi Nasution. 2001. Penilaian
Hasil Belajar. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
0 komentar:
Posting Komentar