Kamis, 14 Juli 2016

Tagged Under:

Makalah Filsafat Sejarah

By: Unknown On: 20.00
  • Share The Gag


  • Makalah Filsafat Sejarah



    PENDAHULUAN
    Sejarah merupakan peristiwa yang terjadi di masa lalu, sebagian sejarawan beranggapan bahwa yang sejarah adalah usaha merekonstruksi suatu peristiwa atau fenomena manusia oleh sejarawan guna kepentingan ilmu sejarah itu sendiri. Sejarah seperti halnya ilmu lainnya juga memiliki metodologi yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan. Selain oleh perkembangan metodologi, sejarah juga dipengaruhi oleh rezim yang berkuasa untuk menentukan arah sejarah itu sendiri, seperti pada zaman Orde Baru, sejarah sangat menonjolkan suatu rezim tertentu seperti diagungkannya Soeharto sebagai pemimpin dan segala kebijakannya yang dianggap berhasil. Hal ini menjadikan banyak fakta serta kebenaran sejarah mengalami ketimpangan yang tidak sesuai dengan yang sebenarnya. Maka, sejarah dimasa itu lebih kepada sejarah istanasentris yang didukung oleh keikutsertaan para sejarawan yang hidup dimasa orde baru dalam melakukan historiografi sejarah (penulisan sejarah) yang sesuai dengan zamannya. Setelah berakhirnya Orde Baru, maka penulisan sejarah juga mengalami perubahan dengan ditemukannya metodologi yang baru yakni lisan, sehingga  sejarah yang ditulis pada zaman orde baru mulai dipertanyakan kebenaran sejarahnya sehingga apa yang kita kenal dengan kontroversi sejarah. Bagaimana suatu zaman, metodologi, dan penemuan fakta baru serta pengaruh objektivitas dan subjektifitas serta causalita dapat mempengaruhi suatu penulisan sejarah akan dibahas pada bab ini.









    BAB 1
    KOTROVERSI SEJARAH INDONESIA DAN OBJEKTIFITAS, SUBJEKTIFITAS, DAN KAUSALITAS
    A.    Kontroversi Sejarah Indonesia
    1.      Terjadinya Kontroversi Sejarah Indonesia
    Kontroversi berasal dari bahasa inggris yang berarti perdeatan atau pertentangan mengenai sesuatu. Sedangkan kontroversi sejatah merupakan suatu perbedaan pandangan yang terjadi pada zamannya mengenai suatu fenomena sejarah. Perubahan suatu rezim politik akan membawa perubahan pada sejarah suatu bangsa untuk ditulis kembali. Banyak kejadian, tokoh dan gagasan masa lalu yang dilupakan, diabaikan, dibungkam, kini diangkat, dibicarakan, ditulis kembali. Misalnya, tokoh yang selama ini dipuja-puja namun sekarang dicaci maki. Kontroversi sejarah dapat diatasi dengan melakukan recovery history yakni peristiwa dan gerakan, tokoh dan gagasan yang dalam batas tertentu ditolak oleh memori kolektif suatu komunitas. Dengan ditemukannya catatan-catatan historis, eskavasi arkeologis kota-kota yang hilang terkubur, penafsiran, dan penguraian.
    Menurut E.H. Carr sejarah merupakan dialektika antara masa lampau dengan masa sekarang, dialog yang tidak berkesudahan antara sejarawan dengan sumber yang dimilikinya. Jadi, sejarah bisa mengalami revisi. Walau tidak ada sumber baru, bila sejarawan menggunakan metode/pendekatan yang baru atau melihat suatu peristiwa dari sudut pandang baru, sejarah juga dapat mengalami penulisan ulang. Menurut Asvi Warman Adam dalam bukunya yang berjudul “ seabad kontroversi sejarah” ia menyatkan bahwa terdapat tipologi kontroversi sejarah indonesia yang disebabkan oleh fakta dan interpretasi sejarawan yang tidak lengkap, tidak tepat dan tidak jelas. Menurut Prof Resink menggunakan metodologi sejarah yang baru yakni dengan menggunakan pendekatan hukum internasional dalam menelaah sejarah kolonialisme di Indonesia dengan berhasil mengubah paradigm yang dianut oleh bangsa Indonesia yakni dijajah oleh Belanda selama 350 tahun yang sebenarnya adalah 142 tahun, sehingga apa yang diyakini saat itu sudah mulai ditinggalkan.



    2.      Kasus-Kasus Kontroversi Sejarah Indonesia
    a.      G30S/PKI
    Misalnya kontroversi sejarah gerakan 30 September yang dituls kembali oleh John Rossa pada tahun 2008, Prefext for Mass Murder, The September 3 thMovement and Soeharto’s Cuop d’ etat di indonesia yang menyederhanakan persoalan kompleks tahun 1965 dengan pendekatan baru, misalnya mencoret dan menghilangkan faktor yang tidak masuk akal, terutama pada tanggal 1 oktober 1965. Kekerasan akhir tahun 1965-1966 menurut John Roosa seharusnya dilihat “lebih sebagai” saat awal pembangunan sebuah rezim baru ketimbang sebuah reaksi wajar terhadap G30S. Karena sampai tahun 1965 Sukarno tidak pernah mempercayakan pimpinan departemen kepada tokoh komunis kecuali Mentri Negara.
    b.      1 Maret 1949
    Kontroversi mengenai serangan umum 1 maret 1949, diawali dengan pernyataan dari Sultan Hamengku Buwono IX yang memberikan keterangan pers kepada BBC London pada tahun 1986 yang tersimpan di Arsip Nasional yang menyatakan bahwa konseptor dari peristiwa tersebut adalah dirinya dengan tujuan untuk memperngaruhi DK PBB yang akan mengadakan sidang bulan Maret 1949. Sehingga, ia mengirimkan surat kepada Jenderal Sudirman untuk meminta izin agar diadakan serangan umum pada siang hari. Usulan dari Hamengku Buwono (menjabat sebagai Mentri Negara Koordinator Keamanan) disetujui ole Sudirman sehingga ia mengirimkan Letnal Kolonel Soeharto untuk menjalankan misi tersebut. Sehingga terjadilah pertemuan antara Soeharto dengan HB IX pada tanggal 14 Februari 1949 yang dihapuskan oleh Suharto yang menjadikannya sebagai salah satu tokoh penting dari peristiwa tersebut. Sehingga, kontroversi mengenai siapa konseptor dari serangan umum 1 maret 1949 masih dipertanyakan.
    c.       Supersemar
    Kontroversi mengenai supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret) 1966 tidak selesai hingga hari ini. Peristiwa dibalik surat tersebut diwarnai oleh berbagai perbedaan pandagan mengenai siapa dan bagaimana surat perintah itu dibuat. Kesimpulan yang dapat diambil mengenai peristiwa tersebut oleh sebagian sejarawan menganggap bahwa peristiwa 1966 itu merupakan salah satu kudeta yang dilancarkan oleh Angkatan Darat untuk melanggengkan kekuasaannya di indonesia, walaupun hingga saat ini surat tersebut belum dapat ditemukan aslinya. Menurut, Ben Anderson yang merupakan salah seorang sejarawan Amerika yang sewaktu orde baru dilarang memasuki indonesia menyatakan bahwa mungkin saja kop surat tersebut merupakan kop surat Markas Besar Angkatan Darat yang jika ditemukan maka akan sangat menegaskan posisi angkatan darat dimasa itu sehingga yang perlu dikhawatirkan adalah kop suratnya bukan isinya. Kontroversi mengenai supersemar ini dapat ditemukan titik terangnya jika memeriksa orang-orang yang mungkin mengetahui keberadaan surat tersebut seperi Hartini Sukarno, walaupun tokoh penting dari supersemar tersebut seperti Pangabean, Suharto dkk sudah wafat. Lalu, berusaha untuk menemukan naskah asli tersebut jika memang itu benar adanya dan menurut salah satu sumber menyatakan bahwa surat tersebut disimpan di sebuah bank luar negri dan diperkirakan di Singapura. Walaupun, mungkin saja supersemar dikatakan fiktif sebagai bukti sejarah dan jika ada bisa saja posisi sejarah indonesia pada akhir zaman Orde Lama dan memasuki Orde Baru bisa berubah.  
    d.      SNI jilid VI
    Kontroversi sejarah indonesia juga terdapat pada buku SNI jilid VI oleh R.P.Soerjono dan R.Z. Leirissa. Sebelum adanya pembaharuan terhadap SNI Jilid VI tersebut, kontroversi sejarahnya terletak tentang pembunuhan terhadap 6 jenderal pada 1 Oktober 1965. Pers menyatakan bahwa kemaluan Jendral tersebut disilet-silet sehingga hal ini menunjukkan bahwa kesalahan terletak pada komunis. Sedangkan, visum dokter menunjukkan bahwa kemaluan para perwira telah mengalami penganiayaan berat. Namun, visum dari dokter tidak dilampirkan, sehingga pernyataan tersebut perlu ditinjau ulang kebenaran sejarahnya. Pembunuhan massal 1965-1966 yang memakan korban 500.000 jiwa tidak diungkapkan secara jelas. Begitu juga dengan konflik, kekerasan dan komnas HAM berbagai pelanggaran HAM berat lainnya disinggung dalam perspektif kekerasan belaka. Pembuangan tahanan politik lebih dari 10 ribu orang ke pulau Buru (1969-1979) tidak di golongkan sebagai pelanggaran HAM berat.
    Selain itu, didalam buku SNI jilid IV juga masih menggunakan paradigma lama yaitu Soeharto menyatakan bahwa perubahan hanya dapat dilaksanakan dengan pembangunan nasional. Sejak 1967 pembangunan lima tahun dilaksanakan dan hasilya dapat dirasakan ole rakyat. Masih terdapat kontoversi misalnya peristiwa 12 November 1991 di Santa Cruz, Dili yang masih mengutip dari buku Pusat Sejarah TNI. Pada halama 672 tertulis bahwa “ Kamis tanggal 21 Mei 1998 sekitar pukul 09.00 WIB presiden membacakan pidato pengunduran diri sebagai presiden RI di Istana Merdeka. Kalau Suharto memang mengundurkan diri maka seharusnya ia menyatakan di depan MPR bukan di Istana RI. Sehingga, buku SNI VI tidak bisa dijadikan sebagai rujukan. Maka pelurusan sejara perlu terus diteruskan.  
    e.       PRRI/PERMESTA DLL
    Pergolakan yang terjadi di tahun 50 an dikesankan sebagai pemberontakan daerah. Padahal tidak dijelaskan secara lengkap bagaimana alasan-alasan dari munculnya ketidakpuasan orang-orang luar jawa terutama ketimpangan kekuasaan keuangan pusat-daerah. Selain itu, hal ini juga mengenai sentralisasi yang kuat dipusat juga merupakan salah satu faktor terjadinya pemberontakan. Begitu juga halnya dengan peristiwa Malari yang terjadi pada 11 Januari 1974 yang berupa pengrusakan atau pembakaran terhadap mobil Jepang yang menyebabkan beberapa tokoh mahasiswa ditangkap dan Jenderal Soemitro tersingkir sedangkan dalang dari peristiwa tersebut belum ditemukan hingga sekarang.
    f.       Peristiwa Madiun 1948
    Peristiwa Madiun 1948 didalam buku sejarah dianggap sebagai pemberontakan dari pihak komunis untuk mendirikan negara komunis di Republik Indonesia. Hal ini masih tetap dipertahankan sampai pada masa rezim Orde Baru. Sedangkan, dalam karya Hersi Setiawan (2002) ia menuliskan sebuah buku yang berjudul “Negara Madiun?” ia merupakan seorang anggota Lekra Yogyakarta. Buku tersebut menyatakan  bahwa Soemarsono sebagai pelaku utama dalam peristiwa penting tersebut menyatakan bahwa peristiwa Madiun bukanlah pemberontakan tetapi usaha untuk membela diri dari kelompok komunis. Peristiwa ini merupakan persegketaan antara TNI dengan laskar-laskar revolusi lain yang berlanjut dengan penculikan. Namun, peristiwa itu dimanipulasi oleh kelompok anti-komunis dan didukung oleh pihak barat, agar kaum komunis bisa ditumpas da dibersihkan dari gerakan revolusi kemerdekaan indonesia. PKI merupakan korban dari perang dingin. Pernyataan ini didukung oleh Sejarawan Athony Reid yang menyatakn bahwa posisi PKI memang harus diberantas pada saat itu apappun alasannya dalam pemberotakan karena pemerintah RI di Yogyakarta memang berencana menghancurkan gerakan komunis sekaligus menuai dukungan dari AS sehingga kemerdekaan cepat terlaksana, dan jika tidak dilakukan maka Belanda akan terus mendapatkan dukungan dari Amerika dan Blok Barat lainnya untuk membendung komunis di Asia, sehingga sebenarnya menurut Hersi bahwa Madiun bukanla Coup de’etat (pemberontakan) tetapi adalah coup de ville ( pergelakan di tingkat kota/daerah).

    B.     Objektivitas
    Perbincangan mengenai obyektifitas bersumber kepada pendirian mazhab positivistic di Jerman pada pertengahan abad ke 19 yang berusaha untuk menyatukan semua penyelidikan empiris kedalam suatu metode. Mereka mengklaim bahwa yang penting hanya ada satu ilmu di dunia yaitu “ilmu alam”. Pendiri aliran ini adalah Aguste Comte yang merupakan seorang filosof, ahli matematika yang dikenal sebagai “Bapak Sosilogi”. Mulanya sekelompok kecil filosof eropa yang didukung oleh kaum industrialis dan pembaru politik, mereka mendirikan semacam fondasi baru untuk memdapatkan kebenaran. Iklim intelektual (zeitgeist) yang mendasari gagasan kemajuan (progress) dan kebebasan (freedom) dengan ilmu pengetahuan sebagai motornya.
    Objektivitas sejarah berkaitan dengan kebenaran sejarah, Objektivitas dalam sejarah berhubungan dengan bagaimana seorang peneliti mampu mengemukakan pernyataan sesuai dengan kenyataan. Kenyataan yang dimaksud adalah data, yang berupa dokumen, fakta sejarah serta metodologi yang digunakan. Objektifitas berkaitan dengan perkembangan ilmu pengetahuan serta keinginan dari sejarawan terutama Ranke yang menginginkan agar sejarah dapat diposisikan sebagai ilmu pengetahuan sehingga ia menyatakan bahwa “ No document no History” (tidak ada dokumen, tidak ada sejarah).[1]Hal inilah yang menjadikan posisi sejarah sebagai ilmu masih dipertanyakan, karena jika sejarah hanya terpaku pada dokumen untuk menjadikannya sebagai ilmu maka sejarah hanya bersifat naratif-deskriptif dan tidak ad bedanya dengan sejarah konvensional (spekulatif).
    Penelitian sejarah dikatakan ilmiah jika memiliki metodologi dan prinsip-prinsip penelitian seperti yang ada pada ilmu alam. Akan tetapi hal yang membedakannya adalah ruang (tempat) dan waktu (konologis) peristiwa itu terjadi. Jika pada ilmu alam tempat tidak akan mempengaruhi hasil dari penelitian, akan tetapi pada ilmu sosial hal ini akan berbeda karena suatu peritiwa yang terjadi dengan nama yang sama akan berbeda pola, gerak dan faktor yang mempengaruhinya. Dalam karakteristik umum, ilmu sejarah tetap memiliki empiris seperti pengetahuan sejarah yang berdasarkan bukti-bukti yang bisa disaksikan lewat sumber-sumber yang tersedia. Rekonstruksi sejarah hanya mungkin jika tersedia bahan dokumen atau arsip. Dokumen dalam studi sejarah dikenal dengan sumber primer, artinya sumber yang penting dalam penulisan sejarah. Yang kedua adalah bidang perhatian penyelidikan sejarah adalah kehidupan masa lampau manusia,

    C.    Subjektifitas
    Berlawanan dengan aliran positivisme, filosof idealis dari Neo Kantian abad ke 19 menolak paradigm sejarah positivistic dan sebaliknya menerima bahwa semua penulisan sejarah adalah subyektif karena dokumen yang menurut mereka juga obyektif. Pendukung subyektifisme juga beragam, mulai dari orang yang menerima pandangan bahwa sejarah harus objektif, tetapi tidak bisa meniadakan unsur subjektif dalam pengetahuan sejarah, sampai kepada orang-orang yang percaya bahwa tidak ada sama sekali objektifitas dalam sejarah. Hubungan antara sejarawan dengan obyeknya tidak bersifat pasif melainkan aktif. Karena peranan subyek didalamnya ikut berperan.
    Hegel menyatakan bahwa sekalipun sejarawan dalam penyelidikannya yakni mereka hanya bersikap “receptive” (menerima) pada data yang tersedia, tetapi peneliti bukanlah individu yang pasif melainkan sebenarnya sudah terjadi proses berfikir aktif. Ilmu yang bebas nilai mengandaikan konstruksi pengetahun yang terdiri dari obyek, subjek dan ilmu pengetahuan. Hal ini menunjukkan bahwa ilmu harus sesuai dengan obyeknya (kenyataan) dan terpisah dari subyek (peneliti) agar sesuai dengan kenyataan dan ilmu pengetahuan itu sendiri. Mereka percaya bahwa data yang tersedia dalam penyeledikan ilmiah tidak ada hubungannya dengan si peneliti. Akan tetapi, terdapat perbedaan antara ilmu yang bebas nilai dengan etos ilmu pengetahuan yang tentunya ilmu sebagai alat untuk memecahkan masalah yang berhadapan dengan nilai etis (etika). Nilai itu lah yang bersifat subyektif. Pernyataan ini didukung oleh Francis Bacon yang dikenal dengan Knowledge is Power (ilmu pengetahuan yang berkuasa). Ia menyatakan bahwa kebenaran ilmu hanya semata-mata untuk perkembangan ilmu pengetahuan, lalu apakah ilmu itu ada tanpa ada tujuan untuk diciptakan.
    Dengan kata lain ilmu pengetahuan tidak lagi semata-mata mengabdi untuk mencari kebenaran “obyektif”, melainkan juga mengabdi pada kekuasaan, uang dan politik. Dalam proses pencarian pengetahuan bagaimana mungkin seorang peneliti dapat tidak melibatkan dirinya dalam proses memperoleh pengetahuan tanpa melibatkan fikirannya.
    D.    Kausalitas
    Dalam ilmu alam biasanya menerangkan sebab yang tunggal (nomocausal), akan tetapi didalam ilmu sejarah dan ilmu-ilmu sosial lainnya biasa melihat suatu permasalahan secara kompleks atau jamak ( multikausal). Konsep sebab sangat penting didalam sejarah, terdapat banyak model penjelasan sebab dan akibat dalam sejarah. Salah satu yang paling sederhana adalah dengan membedakan 3 konsep kategori kausal (sebab);
    1.      Prakondisi ( variable yang berkorelasi terhadap terciptanya kondisi-kondisi tertentu).
    2.      Precipitants ( kondisi yang mematangkan suatu peristiwa historis untuk terjadi)
    3.      Triggers ( pencetus suatu peristiwa historis terjadi).
    Sejarawan sangat berhati-hati dalam menetapkan sebab-sebab dari suatu peristiwa sejarah. Untuk gejala sosial dalam sejarah seperti gejala keagamaan misalnya islamisasi, atau fenomena nasionalisme disuatu daerah tertentu biasanya amat sukar untuk diidentifikasi terutama karena sumber datanya. Dalam riset sejarah yang diperlukan tidak hanya teknisnya namun juga kepekaan dalam mengenali dan menganalisis isu-isu sejarah dan pengambilan keputusan. Sejarawan juga mampu untuk menstrukturkan bukti-bukti factual terhadap prakondisi sejarah dan ketajaman dalam mengidentifikasi faktor-faktor yang memberikan kontribusi terhadap kerumitan suatu masalah, serta menawarkan alternative pemikiran dan tindakan yang diperlukan secara tepat posisi dan proses masalah. Biasanya bidang ini terdapat pada studi sejarah yang berkembang akhir-akhir ini yaitu apa yang disebut sejarah terapan (applied history).







    Kesimpulan
    Kontroversi sejarah dapat dipengaruhi oleh jiwa zaman (zeitgeist), penemuan fakta baru, perkembangan metodologi yang nantinya akan berakhir kepada historiografi sejarah (penulisan sejarah). Masing-masing faktor tersebut juga mempengaruhi sejarawan untuk melakukan kajian dan tindakan lebih lanjut serta rekonstruksi sejarah berdasarkan dengan perkembangan metodologi serta penemuan fakta tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa posisi sejarah sangat dinamis dan ditentukan oleh ketiga faktor tersebut. Apakah sejarah pada zaman Orba dikatakan tidak benar? Belum tentu, karena jiwa zaman akan mempengaruhi kemana arah sejarah tersebut, jika zaman yang berkembang adalah zaman kebebasan dan mementingkan kebenaran sejarah dizamannya maka sejarah itu akan sesuai dengan data, fakta dilapangan. Akan tetapi, pada akhirnya sejarah tidak akan pernah habis dari kontroversi karena sejarawan memiliki pandangan tersendiri terhadap suatu fenomena dan tidak terlepas akan subjektifitas sejarah apalagi sejarah kontemporer.













    Daftar Pustaka
    Asvi Warman Adam, 2009, Pelurusan Sejarah Indonesia, Yogyakarta; Ombak.
    Asvi Warman Adam, 2007, Seabad Kontroversi Sejarah, Yogyakarta; Ombak.
    Bernard Lewis,2009, Sejarah diingat, ditemukan kembali, ditemu-ciptakan, Yogyakarta; Ombak.
    Gotschaalk Louis, 2006 , Mengerti Sejarah, Jakarta; UI Press.
    Mestika Zed, 2012, Metodologi Sejarah “ Teori dan Aplikasi”, Padang; Program Studi Pendidikan Sejarah.

    Syamsuddin Helius, 2007, Metodologi Sejarah, Yogyakarta; Ombak.

    0 komentar:

    Posting Komentar